Kamis, 24 Juli 2025
Menu

Hasto Ngaku Tak Pernah Setujui Kebijakan yang Melangar Hukum

Redaksi
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat, 18/7/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat, 18/7/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku bahwa dirinya tidak pernah menyetujui kebijakan partai yang berpotensi dalam melanggar hukum.

Hal itu ia sampaikan saat ia membacakan duplik untuk merespons replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap dan perintangan penyidikan Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Mulanya, ia menyebut dirinya menjadi korban dalam kesepakatan dana operasional antara eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan Saeful Bahri.

“Terdakwa menjadi korban ‘ayo mainkan’ Wahyu Setiawan dengan kesepakatan dana operasional yang juga untuk kepentingan pribadi yang dilakukan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, beserta Harun Masiku,” kata Hasto dalam persidangan, Jumat, 18/7/2025.

Ia lantas melanjutkan bahwa dirinya sebagai pimpinan partai politik (parpol) tidak pernah memberikan persetujuan atas kebijakan partai yang bertentangan dengan hukum.

“Terdakwa selaku sekjen partai maupun secara pribadi, saya tidak pernah menyetujui langkah-langkah kebijakan partai di luar proses hukum,” katanya.

Dalam kasus ini, dirinya justru mengaku telah memarahi Saeful karena meminta uang dari Harun Masiku untuk memuluskan proses PAW.

Di samping itu, ia menjelaskan bahwa sepanjang persidangan yang berlangsung, tidak ada satupun bukti atas niat jahat dari dirinya dalam perkara ini. Selain itu, Hasto mengaku tidak memperoleh keuntungan apa pun.

Dirinya lantas meminta kepada majelis hakim mempertimbangkan yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1276 K/Pid/2025. Menurutnya, putusan tersebut dapat menjadi acuan karena menegaskan bahwa unsur pemberian atau janji dalam perkara suap harus benar-benar terbukti dilakukan oleh terdakwa.

“MA membebaskan Terdakwa dalam kasus suap, karena pengadilan berkesimpulan bahwa Terdakwa tidak pernah secara langsung maupun tidak langsung memberikan atau menjanjikan kepada pejabat dimaksud,” katanya.

Sebelumnya, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dituntut tujuh tahun penjara oleh JPU KPK. Selain hukuman penjara, Hasto juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp600 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman kurungan badan selama enam bulan.

Jaksa meyakini, Hasto melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan dan suap terkait pengkondisian Harun Masiku sebagai Anggota DPR RI PAW periode 2019-2024 melalui KPU.

JPU menuntut Hasto Kristiyanto dengan sangkaan melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) untuk perbuatan korupsinya. Selain itu, ia juga dituntut melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP atas perintangan penyidikan.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi