Kamis, 31 Juli 2025
Menu

KPK Putuskan 17 Catatan Kritis atas RUU KUHAP, Soroti Penyadapan hingga Pencekalan Saksi

Redaksi
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 16/7/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 16/7/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan pembahasan internal terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Hasilnya, KPK menetapkan 17 poin yang menjadi catatan kritis terhadap draf regulasi tersebut.

“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang sudah menjadi catatan kami. Ini telah diputuskan dan akan kami sampaikan kepada presiden dan DPR sebagai masukan resmi,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 16/7/2025.

Poin-poin tersebut mencakup sejumlah aspek penting dalam proses penegakan hukum pidana, seperti mekanisme penyelidikan, penyadapan, hingga pencegahan seseorang ke luar negeri atau pencekalan. Ketiganya menurut Budi, merupakan bagian integral dari kerja KPK selama ini dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Selain itu, Budi menekankan bahwa semangat lex specialis, yakni perlakuan hukum yang bersifat khusus, harus tetap dijaga dalam RUU KUHAP. Sebab menurutnya, korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tidak bisa diproses dengan pendekatan hukum yang bersifat umum.

“Tentu korupsi sebagai kejahatan luar biasa membutuhkan pendekatan hukum yang juga khusus. Dalam KUHAP disebutkan bahwa korupsi adalah lex specialis, sehingga rancangan yang baru ini pun harus mengakomodasi perlakuan khusus tersebut secara eksplisit,” ujarnya.

Salah satu pasal yang disoroti KPK adalah wacana penghapusan kewenangan lembaga penegak hukum untuk mencegah saksi bepergian ke luar negeri. DPR, khususnya Komisi III, beralasan bahwa pencekalan terhadap saksi bertentangan dengan asas praduga tak bersalah.

Namun, KPK menilai sebaliknya. Menurut Budi, pencekalan bukan bentuk penghukuman, melainkan tindakan preventif demi menjamin keberlangsungan proses hukum.

“Esensinya adalah memastikan keberadaan seseorang di dalam negeri agar sewaktu-waktu dapat dimintai keterangan. Jika saksi atau pihak terkait berada di luar negeri, tentu proses hukum akan terhambat,” kata Budi.

Oleh karena itu, KPK berpandangan bahwa kewenangan mencegah ke luar negeri sebaiknya tetap dapat diterapkan, tidak hanya terhadap tersangka, tetapi juga terhadap saksi maupun pihak-pihak lain yang relevan dalam suatu perkara.

“Kami melihat cegah ke luar negeri sebaiknya bisa dilakukan tidak hanya terhadap tersangka saja, tetapi juga terhadap saksi maupun pihak-pihak lain yang terkait,” tambahnya.

Ia memastikan seluruh catatan tersebut akan disampaikan secara resmi kepada presiden dan DPR. Hal ini, menurut Budi, merupakan bagian dari komitmen lembaga dalam menjaga efektivitas dan integritas sistem penegakan hukum di Indonesia.*

Laporan oleh: Muhammad Reza