RUU Perampasan Aset Bakal Dibahas DPR Usai RKUHAP Rampung

FORUM KEADILAN – DPR RI siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset usai revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) selesai. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Dasco mengungkapkan bahwa sebagian besar materi dari RUU Perampasan Aset bakal bersinggungan dengan beberapa undang-undang, di antaranya UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hingga KUHAP.
Maka, ia menilai bahwa nantinya, RUU Perampasan Aset akan menghimpun materi dari undang-undang tersebut.
“Iya betul begitu. Karena aspek-aspek perampasan aset itu kan ada di UU Tipikor, TPPU, ada di KUHP, KUHAP. Sehingga kemudian setelah selesai semua, kita akan ambil dari situ,” jelas Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 24/6/2025.
Di sisi lain, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyebut bahwa pihaknya membuka peluang akan melakukan revisi terhadap program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 untuk menyertakan RUU Perampasan Aset. RUU tersebut saat ini merupakan inisiatif pemerintah.
Bob menjelaskan, pihaknya nanti akan mengirimkan surat kepada pemerintah untuk meminta kepastian hukum terhadap RUU tersebut.
“Ya itu boleh jadi (revisi Prolegnas Prioritas 2025). Karena sampai sekarang ini tentang perampasan aset itu merupakan inisiatif pemerintah,” ujar Bob.
“Tadi juga dalam rapat pembukaan saya sudah menyampaikan kepada pihak anggota dan keluarga besar Baleg di sini, akan menyurati untuk kepastian hukumnya sudah seperti apa,” lanjut dia.
Diketahui, pembahasan terkait RUU Perampasan Aset telah lebih dari satu dekade terhenti usai naskah akademiknya pertama kali disusun pada 2008 lalu.
RUU Perampasan Aset ini kemudian masuk pada Prolegnas Prioritas pada 2023. Jokowi yang saat itu masih menjadi presiden pun sudah mengirimkan surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset. Surpres bernomor R 22-Pres-05-2023 itu dikirim pada 4 Mei 2023 untuk nantinya dibahas bersama dengan DPR. Namun, setelah itu tidak ada tindak lanjut.
Sebelumnya, pada peringataan Hari Buruh Sedunia atau May Day di Monas, Jakarta pada Kamis, 1/5 lalu, Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan bahwa dirinya mendukung upaya pemberantasan korupsi, salah satunya dengan mendukung RUU Perampasan Aset.
“Dalam rangka juga pemberantasan korupsi saya dukung UU Perampasan Aset. enak saja, udah nyolong enggak mau kembalikan aset, gue tarik aja deh itu, bagaimana kita teruskan? Kita teruskan perlawan terhadap koruptor” ujar Prabowo di depan massa aksi peringatan hari buruh sedunia atau May Day di Monas.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra juga menyatakan bahwa pemerintah siap membahas RUU Perampasan Aset bersama DPR RI. Aturan tersebut dipandang perlu untuk kepastian hukum mengenai merampas aset hasil korupsi.
“Pemerintah kapan saja siap sedia membahas RUU Perampasan Aset yang inisiatifnya telah diajukan DPR sejak 2003,” kata Yusril melalui keterangan tertulis, dikutip, pada Sabtu, 3/5.
Yusril mengatakan bahwa pemerintah memandang perampasan aset hasil korupsi perlu diatur dengan UU yang bertujuan agar hakim mempunyai dasar hukum yang kuat dalam mengambil keputusan.
“Kapan aset yang diduga sebagai hasil korupsi itu dapat disita dan kapan harus dirampas untuk negara, semua harus diatur dengan undang-undang agar tercipta keadilan dan kepastian hukum serta penghormatan terhadap HAM,” jelasnya.
Yusril menegaskan bahwa UU Perampasan Aset penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, termasuk tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum (APH).
“Penegakan hukum dalam perampasan aset ini harus dilakukan secara tegas, namun tetap menghormati asas keadilan, kepastian hukum, serta hak asasi manusia,” tegasnya.
Yusril pun menegaskan komitmen Prabowo dalam pemberantasan korupsi yang sangat kuat.
“Aset hasil korupsi memang harus dirampas untuk mengembalikan kerugian negara dan mengembalikan uang rakyat,” sambungnya.
Yusril meyatakan, RUU Perampasan Aset juga sejalan dengan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2006.
“Perampasan itu tidak hanya dapat dilakukan terhadap aset hasil korupsi di dalam negeri, tetapi juga terhadap aset-aset yang ada di luar negeri,” tandasnya.
Adapun RUU ini mengatur wewenang soal perampasan aset minimal sebesar Rp100 juta. RUU ini juga dapat menyita aset penyelenggara negara yang dinilai tidak wajar tanpa harus melewati proses pidana.
“Aset tindak pidana yang dapat dirampas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 terdiri atas aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),” isi Pasal 6 ayat 1 huruf a.*
Laporan oleh: Puspita Candra Dewi