Jumat, 18 Juli 2025
Menu

Hakim Soroti Rumitnya Distribusi Gula, Kuasa Hukum Tom Lembong Minta Moeldoko Dihadirkan ke Persidangan

Redaksi
Sejumlah saksi dari koperasi TNI-Polri dihadirkan dalam kasus korupsi importasi gula dengan terdakwa Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 6/5/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sejumlah saksi dari koperasi TNI-Polri dihadirkan dalam kasus korupsi importasi gula dengan terdakwa Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 6/5/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang dengan terdakwa Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016 dengan agenda pemeriksaan saksi dari koperasi TNI dan Polri.

Hakim Pengadilan Tipikor Jakpus Alfis Setiawan mencecar alur distribusi yang kompleks dalam menyalurkan gula, padahal memiliki jaringan koperasi sendiri di seluruh Indonesia. Selain menyoroti alur distribusi yang dinilai berbelit, ia juga mengkritik permohonan penugasan ke Kemendag yang diajukan Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) meski mengaku tak memiliki anggaran memadai.

Awalnya, Alfis mempertanyakan mengapa Inkopkar menjalin kerja sama dengan 10 distributor swasta, padahal koperasinya memiliki cabang di seluruh nusantara. Pertanyaan itu dijawab oleh Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) Letkol CHK Sipayung agar bisa dijual langsung ke masyarakat.

Hakim kemudian mempertanyakan alasan penggunaan distributor, padahal koperasi memiliki jaringan luas di seluruh Indonesia.

“Kenapa tidak koperasi saja yang melakukan distribusi? Bukankah koperasi memiliki cabang di seluruh Batalion dan Kodim?” tanya Alfis di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 6/5/2025.

Menanggapi hal tersebut, Sipayung beralasan bahwa koperasi tidak memiliki kapasitas anggaran yang cukup untuk melakukan pembelian dan distribusi gula dalam jumlah besar.

“Menurut saya, koperasi tidak mampu beli gula sebanyak itu, Pak,” jawabnya.

Namun, hakim menyoroti inkonsistensi tersebut. Menurutnya, bila koperasi tidak memiliki kemampuan finansial, seharusnya tidak mengajukan permohonan penugasan kepada Kemendag.

“Kalau tahu dana kurang, kenapa dulu mengajukan permohonan? Kan permohonan itu dasarnya karena merasa mampu,” tegasnya.

Sipayung mencoba menjelaskan bahwa kerja sama dengan distributor dilakukan atas perintah atasan. Apabila Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) memerintahkan ‘A’ pasti dilaksanakan.

Alfis pun kembali menyoroti kompleksitas alur distribusi yang dinilainya tidak efisien. Namun, Sipayung menegaskan bahwa ia hanya mengetahui dan menjelaskan bagian yang ia alami.

“Ini kan untuk masyarakat Indonesia. Kenapa alurnya harus sejauh itu? Kenapa tidak dibikin sederhana agar tepat sasaran?” kritik Alfis.

Di sisi lain, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir meminta majelis hakim memerintahkan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko dihadirkan ke persidangan untuk menjawab pertanyaan hakim atas berbelit-belitnya alur distribusi gula yang melibatkan sejumlah koperasi, salah satunya ialah Inkopkar.

“Tadi menarik apa yang disampaikan hakim anggota, tentang kenapa distribusinya kok diberikan dan seterusnya. Untuk itu, yang kami hormati majelis hakim, ada baiknya untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita undang Pak Moeldoko dan Pak Menteri Perdagangan pada waktu itu,” kata Amir dalam persidangan.

Distribusi Gula Urusan Bisnis Koperasi, Bukan Campur Tangan Pemerintah

Usai persidangan, Tom Lembong yang merupakan Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) menegaskan bahwa kerja sama koperasi TNI dan Polri dengan distributor dalam penyaluran gula merupakan keputusan bisnis murni dan tidak melibatkan intervensi dari Kemendag.

“Itu urusan B2B (business to business), bukan campur tangan kementerian,” ujar Lembong.

Ia menjelaskan, alokasi gula yang diterima tiap distributor didasarkan pada kapasitas masing-masing pelaku usaha, baik dari sisi kemampuan produksi maupun finansial.

Menurutnya, pelaku yang memiliki pabrik besar dan modal kuat dapat mengimpor dan mengolah gula dalam jumlah lebih besar.

Menanggapi kritik hakim soal rumitnya alur distribusi gula,  Tom menyebut hal itu karena konteks geografis Indonesia yang luas dan adanya tantangan infrastruktur.

“Kalau tidak pakai distributor, gula tidak akan sampai ke masyarakat,” katanya.

Menurutnya, distribusi di Indonesia memang bertingkat, dari distributor tingkat D1, D2, hingga D3, yang berujung pada pengecer.

Ia mengingatkan, pemerintah tidak boleh gegabah memotong rantai pasok secara drastis. Apalagi, ia mencontohkan dalam kasus kekacauan distribusi LPG Melon 3 kg akibat pemangkasan distribusi tanpa perencanaan matang.

Tom juga menilai bahwa keberhasilan kerja sama antara koperasi seperti Inkopkar dan Inkoppol dengan distributor terlihat jelas dari dampaknya di lapangan.

“Begitu stok gula diguyur ke pasar, harga langsung turun. Itu terbukti efektif,” tegasnya.

Peran Koperasi Stabilkan Harga Gula Nasional

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) awalnya menanyakan bagaimana mekanisme yang dilakukan Inkopkar dalam membantu pemenuhan gula nasional kepada Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan Inkopkar Letkol CHK Sipayung.

Sipayung menyebut, MoU antara KSAD Jenderal Moeldoko dan Mendag Gita Wirjawan diteken pada 2013. Berdasarkan MoU itu, Inkopkar mendapat perintah pada 2015 untuk membantu mengendalikan harga gula dan mengajukan permohonan ke Kemendag guna ikut operasi pasar.

Ia lantas menjelaskan bahwa pihaknya mengajukan kuota impor gula untuk menurunkan harga gula nasional. Namun, kata dia, salah satu persyaratan ialah harus memiliki pabrik. Untuk itu, Inkopkar menggandeng PT Angel Products.

“Kita enggak punya pabrik, itulah mungkin dipilihnya PT Angel Products. Nah terus kita kerja sama, kita ambil kuota, kita dapat kuota yang dibiayai dan diolah mereka. Nah setelah diolah kemudian distributor-distributor itu ke kita untuk kontrak. Nanti bayarnya ke Angel, setelah itu mengambil gulanya di PT Angel. Kemudian baru kita distribusikan,” katanya dalam persidangan.

Pada saat penugasan dilakukan, Inkopkar melaksanakan operasi pasar sebagai bagian dari tindak lanjutnya. Dalam konteks tersebut, Jaksa menanyakan mengenai asal-usul gula yang digunakan apakah gula tersebut merupakan hasil impor, ataukah berasal dari stok awal yang dimiliki oleh PT Angel Products.

Meski begitu, Sipayung mengaku tidak tahu dan menegaskan bahwa stok gula sudah tersedia. Jaksa lantas menanyakan kembali darimana gula tersebut berasal yang dipergunakan dalam operasi pasar. Namun, ia mengatakan bahwa PT Angels mengatakan bahwa gula telah tersedia dan berada di gudang perusahaan mereka. Namun, pembelian tersebut harus melalui Inkopkar.

“Saya enggak tahu. Jadi taunya kita menghadiri operasi pasar, gula itu ada (dari PT Angels Products),” katanya.

Gula tersebut, kata dia, dijual ke distributor dengan harga jual Rp9.500 dengan ketentuan para distributor menjualnya dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp12 ribu. Dari kerja sama tersebut, Inkopkar mendapat keuntungan sebanyak Rp75/kg yang didistribusikan atau dibeli oleh distributor.

Pada kesempatan yang sama, majelis hakim menanyakan apakah kegiatan operasi pasar yang dilakukan Inkopkar benar-benar menurunkan harga gula di pasaran.

Ia lantas menceritakan kegiatan operasi pasar di Medan, Sumatera Utara yang dilakukan oleh Inkopkar, gubernur dan institusi lain untuk menstabilkan harga gula.

Keesokan harinya setelah operasi berlangsung, dirinya mengetahui dari surat kabar bahwa harga gula sudah turun menjadi Rp12 ribu dari harga sebelumnya yang mencapai Rp18 ribu.

“Inkopkar hanya memantau, termasuk dari Kodim dan Koramil semuanya memantau ke pasar supaya gula itu enggak disimpan di gudang, harus masuk ke pasar,” katanya.

Ia mengaku, dari sebanyak lebih dari 100 ribu ton kuota yang diberikan Kemendag, didistribusikan dalam bentuk kegiatan operasi pasar dengan jangkauan wilayah distribusi selain di pulau Jawa.

“Ditentukan, diutamakan itu pulau-pulau terluar. Yang tidak dibolehkan di Pulau Jawa,” katanya.*

Laporan Syahrul Baihaqi