Minggu, 06 Juli 2025
Menu

Bacakan Eksepsi, Pendukung Hasto Pakai Rompi Oranye Tahanan Politik di Ruang Sidang

Redaksi
Pendukung Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kenakan rompi oranye di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 21/3/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Pendukung Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kenakan rompi oranye di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 21/3/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di kasus pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku. Ia didakwa telah memberikan suap dan melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) pada kasus tersebut.

Di ruang sidang pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), para pendukung Hasto mengenakan rompi oranye bertuliskan ‘Tahanan Politik‘ sebagai bentuk dukungan terhadapnya.

Berdasarkan pantauan Forum Keadilan di lapangan, Jumat, 21/3/2025, ada belasan orang yang mengenakan rompi oranye tersebut.

Selain itu, tampak juga sejumlah pengacara Hasto dalam persidangan, mulai dari Maqdir Ismail, Johanes Tobing dan juru bicara tim hukum Hasto, Febri Diansyah.

Sementara itu, di luar gedung PN Jakpus terdapat puluhan massa aksi yang menyerukan bahwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto merupakan tahanan politik.

Sebelumnya, JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa Hasto bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD57,350 atau setara Rp600 juta kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan melalui eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.

“Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan pergantian antar waktu (PAW) caleg terpilih daerah Sumatera Selatan (Sumsel) atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa.

Adapun kasus ini bermula ketika caleg dari PDI Perjuangan asal Sumsel 1 Nazarudin Kiemes meninggal dunia dan dicoret namanya dari dari Daftar Calon Tetap (DCT).

Jaksa menyebut bahwa pada 22 Juni 2019 diadakan rapat pleno DPP PDI Perjuangan untuk membahas perolehan suara Nazarudin. Hasil rapat tersebut, Hasto memberi perintah kepada Donny (tim hukum PDI Perjuangan) untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA).

Setelahnya, Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke Rumah Aspirasi dan menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI.

“Terdakwa (Hasto) menyampaikan, Harun Masiku harus dibantu menjadi anggota DPR karena sudah menjadi keputusan partai dan memerintahkan kedua orang tersebut untuk mengurus Harun Masiku di KPU agar ditetapkan sebagai anggota DPR,” kata JPU.

Pada 27 September 2019, Hasto lantas memanggil Riezky Aprilia agar mengundurkan diri sebagai caleg terpilih, namun dirinya enggan memenuhi permintaan Hasto.

Di tanggal 6 Januari, Wahyu bertemu Hasyim Asyari untuk melakukan pertemuan dengan utusan PDI Perjuangan Agustiani Tio yang ingin konsultasi soal prosedur dan mekanisme PAW Harun Masiku. Karena Riezky Aprilia telah dilantik, PAW Harun Masiku tidak dapat dilakukan.

Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang (UU) RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.*

Laporan Syahrul Baihaqi