Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, agenda sidang perdana Tom Lembong tersebut beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Berkas perkara Tom Lembong itu teregister dengan nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst.
“Kamis, 6 Maret 2025, jam 09.00 WIB sampai dengan selesai, agenda sidang pertama,” mengutip laman resmi SIPP PN Jakpus.
Diberitakan sebelumnya, Tom Lembong menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
Kejagung sebelumnya melimpahkan perkara ini ke pengadilan. Pelimpahan perkara Tom Lembong bersamaan dengan pelimpahan perkara tersangka lainnya dalam kasus ini, yaitu Charles Sitorus (CS) sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejagung Harli Siregar sebelumnya mengatakan telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat terkait proses pelimpahan.
Harli memberikan klarifikasi mengenai pembebanan uang pengganti. Ia menjelaskan, ada atau tidaknya pembebanan uang pengganti kerugian keuangan negara kepada Tom Lembong, hal ini akan dilihat dari surat dakwaan di Pengadilan.
“Karena ini masih berproses. Misalnya, apakah JPU mendakwahkan yang bersangkutan menerima sesuatu? Ini, ‘kan, harus diverifikasi lagi,” ujar Harli.
Harli mengatakan jika tersangka didakwa mendapatkan keuntungan dari kasus ini, maka akan ada kewajiban untuk membayar uang pengganti.
“Makanya, harus kita lihat dulu surat dakwaannya seperti apa. Ini lah nanti yang akan berproses sampai ini menjadi putusan,” lanjutnya.
Dalam perkara tersebut, Kejagung telah menetapkan 11 orang tersangka, termasuk Tom Lembong dan Charles Sitorus.
Penyidik menilai bahwa keduanya telah melaksanakan importasi gula secara melawan hukum pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2016.
Perbuatan mereka dianggap telah menguntungkan pihak lain dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp578 miliar berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).*