Kamis, 24 Juli 2025
Menu

Kawal Putusan MK, Pakar: Bukan soal Anies dan Ahok tapi Demokrasi

Redaksi
Ratusan masyarakat sipil yang terdiri dari guru besar, aktivis pro demokrasi dan budayawan mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk dukungan terhadap putusan yang telah dijatuhkan soal syarat pencalonan kepala daerah dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, Kamis, 22/8/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Ratusan masyarakat sipil yang terdiri dari guru besar, aktivis pro demokrasi dan budayawan mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk dukungan terhadap putusan yang telah dijatuhkan soal syarat pencalonan kepala daerah dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, Kamis, 22/8/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan kepala daerah di Undang-Undang (UU) Pilkada.

Menurutnya, dukungan tersebut bukan ditujukan kepada Anies Baswedan ataupun Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), melainkan untuk masa depan demokrasi Indonesia.

“Mohon maaf kita berkumpul di sini, lagi-lagi bukan atas nama Ahok, Anies bukan atas nama siapa pun. Kita kumpul di sini atas nama masa depan demokrasi indonesia,” kata pria yang akrab disapa Uceng itu saat audiensi bersama anggota MKMK dan Jubir MK, Kamis, 22/8/2024.

Apalagi, kata Uceng, dalam beberapa tahun ke depan demokrasi tersebut akan diwariskan kepada generasi mendatang. Untuk itu, Uceng menyebut bahwa alasan masyarakat sipil turun bersama ialah untuk melawan kepongahan pembentuk undang-undang.

Di sisi lain, melalui putusan Nomor 60 dan 70/PUU-XXII/2024, Uceng mengatakan bahwa MK telah berupaya untuk memperbaiki kesalahannya pada putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden.

“MK sedang mencoba insaf dari kesalahan, kita semua harus apresiasi itu. Lebih baik pejabat yang tobat daripada orang soleh yang kemudian menjadi penjahat,” katanya.

Di sisi lain, Uceng justru heran kepada DPR dan pemerintah yang masih mencoba untuk menyiasati putusan lembaga peradilan yang telah berada dalam koridor yang tepat.

“Jangan mencoba menipu kita dua kali lagi. Cukup sekali. Cukup sekali di pilpres, jangan ulangi lagi di pilkada,” tuturnya.

Uceng juga meminta kepada pemerintah serta DPR untuk menghentikan kebiasaan yang merasa paling tahu soal demokrasi dan malah mengkerdilkan partisipasi publik.

“Hentikan kebiasaan untuk merasa paling sok tahu dalam demokrasi. Kita punya pandangan persepsi masing-masing, berhenti lah merasa paling sok tahu. Lalu kemudian menganggap partisipasi publik menjadi hilang,” katanya.

Sebelumnya, dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) kemarin, 21/8/24, DPR mengesahkan beberapa perubahan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Beberapa perubahan tersebut di antaranya ialah soal batas usia minimal kepala daerah di mana DPR memilih amar putusan Mahkamah Agung yang menyatakan batas minimal kepala daerah ditetapkan sejak pelantikan.

Selain itu, DPR juga mengubah amar putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait threshold pencalonan kepala daerah di mana aturan baru tersebut hanya berlaku bagi partai non parlemen.*

Laporan Syahrul Baihaqi