Senin, 07 Juli 2025
Menu

Respons Hasto Kristiyanto soal Dugaan Pencatutan NIK Dukung Paslon Independen

Redaksi
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 20/8/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 20/8/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyoroti anomali dugaan pencatutan NIK warga Jakarta yang mendukung bakal paslon independen di Pilgub Jakarta 2024, yakni Dharma Pongrekun-Kun Wardhana.

“Jadi, berpolitik itu atas dasar etika dan moral, satu saja KTP ada yang dimanipulasi itu sudah pelanggaran etika berat,” katanya kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 20/8/2024.

Diketahui, warga DKI Jakarta mengeluhkan dugaan pencatutan identitas sepihak sebagai syarat dukungan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Dharma Pongrekun-Kun Wardana lewat jalur perseorangan.

Dugaan pencatutan NIK KTP secara sepihak itu viral di media sosial X (Twitter). Mereka protes karena tiba-tiba mereka dinyatakan mendukung pasangan calon kepala daerah perseorangan.

Hasto menyebut, KPU dan Bawaslu seharusnya melakukan pengecekan secara cermat terkait dokumen syarat dukungan bagi calon independen. Katanya, masalah pencatutan NIK Dharma-Kun justru menunjukkan kondisi demokrasi bangsa yang semakin memburuk.

“Jadi jangan sampai kita biarkan negeri ini kehilangan jiwa dan raga terpisah. Lalu etika dan moral ditinggalkan. Maka seruan-seruan kebenaran ini harus kita buka ruang termasuk dalam pilkada agar tidak menjadi objek dalam mobilisasi kekuasaan untuk calon-calon tertentu,” jelasnya,

Hasto mengungkap, pihaknya mendengar adanya laporan di satu daerah yang kaya tambang, lalu diusahakan mengusung calon tunggal. Menurutnya hal tersebut seperti diserobot kepentingan kekuasaan.

“Calon tunggal dari PDI Perjuangan juga ada, tapi ini melalui kerja keras. Melalui pengajuan dari rakyat bukan mobilisasi kekuasaan, bukan menggunakan hukum sebagai alat intimidasi,” tegasnya.*

Laporan Merinda Faradianti