Selasa, 16 September 2025
Menu

PDIP: Ini Kado dari MK Setelah Dulu Dibajak Jadi Mahkamah Keluarga

Redaksi
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus (tengah) saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 20/8/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus (tengah) saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 20/8/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora mengenai Undang-Undang (UU) Pilkada, khususnya mengenai ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Deddy Sitorus mengatakan, putusan MK tersebut merupakan kado bagi PDIP di Pilkada 2024.

“Kita bersyukur hari imi dapat kado dari MK setelah dulu dibajak menjadi Mahkamah Keluarga hari ini kembali pada kewarasan,” kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 20/8/2024 malam.

Deddy menyinggung bahwa MK dulunya sempat dibajak oleh kekuasaan, tepatnya dalam putusan 90 soal batas usia calon presiden dan wakil presiden.

“Kalau dulu kita dikhianati secara konstitusional sekarang kayaknya MK mengembalikan marwah lembaga itu, sehingga menghasilkan keputusan yang menurut kita sangat penting,” ujarnya.

Menurut Deddy, pentingnya putusan MK yang baru ini karena terdapat upaya-upaya yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk menghadirkan sebanyak-banyaknya kotak kosong di pilkada, khususnya di Jakarta.

“Kedua, ada tendensi supaya dalam pilkada itu PDIP tidak bisa bergerak atau mencalonkan diri dengan leluasa,” tuturnya.

Kemudian, Deddy juga menilai bahwa putusan MK tersebut merupakan bentuk kemenangan rakyat melawan oligarki partai politik (parpol). Namun dia tidak menyebut siapa saja oligarki parpol tersebut tapi saat ini sudah terbentuk Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang diisi oleh mayoritas partai di Indonesia.

“Ketiga, kami melihat ini adalah kemenangan rakyat melawan oligarki parpol yang ingin membajak demokrasi yang hanya ingin menghadirkan satu calon di daerah,” bebernya.

Selain itu, lanjut Deddy, putusan MK ini juga menjadi penting karena akan menghadirkan banyak pasangan calon dalam Pilkada 2024.

“Artinya kemungkinan kotak kosong itu semakin kecil, dan ini juga akan membuat biaya politik menjadi murah,” ucapnya.

“Karena apa? Tentu partai-partai akan dipaksa memilih pasangan calon terbaik bukan pasangan calon yang bisa dibeli atau dibayar mahal dari partai-partai politik. Ini tentu satu kemenangan untuk rakyat dan tentunya untuk demokrasi,” tandasnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora mengenai Undang-Undang Pilkada, khususnya mengenai ambang batas syarat pencalonan kepala daerah. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 20/8 siang.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusannya.

Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

MK menyatakan partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon selama memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Adapun persyaratannya sebagai berikut:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.*

Laporan M. Hafid