MK Ultimatum KPU Jika Loloskan Calon Kepala Daerah yang Tak Penuhi Syarat

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) memberi ultimatum ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) apabila tetap meloloskan calon kepala daerah (cakada) yang tidak memenuhi syarat pencalonan kepala daerah dalam Pilkada serentak Tahun 2024.
Menurut Mahkamah, apabila KPU tidak mengikuti pertimbangan yang telah dibentuk, maka MK dapat membatalkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada sengketa pilkada mendatang.
“Jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah,” kata Saldi Isra saat membacakan pertimbangan perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024, Selasa, 20/8/2024.
Dalam putusan tersebut, MK menolak permohonan yang diajukan oleh A Fahrur Rozi dan Anthony Lee, namun Mahkamah menegaskan bahwa persyaratan batas usia minimum cakada ditetapkan sebelum penetapan pasangan calon.
Selain itu, MK juga memberi penegasan bahwa pertimbangan hukum dan pemaknaan Mahkamah terhadap norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 mengikat semua penyelenggara, kontestan pemilihan, dan semua warga negara.
Sementara itu, meski tidak terdapat frasa “terhitung sejak penentuan pasangan calon” penentuan batas usia minimum menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selalu dihitung atau menggunakan titik atau batas sejak penetapan calon.
Penentuan titik atau batas demikian telah menjadi semacam postulat dalam penyelenggaraan pemilihan, sehingga tidak bisa dibuatkan pengecualian dalam kontestasi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Artinya, jikalau pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dikecualikan, yaitu penentuan titik atau batas usia minimum bagi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dibenarkan pada tahapan setelah penetapan calon, sama saja Mahkamah membenarkan anomali dalam hukum pemilihan umum,” katanya.
MK menyebut bahwa anomali dalam pilkada harus dicegah karena tidak terdapat lagi perbedaan rezim dalam pemilihan, yaitu perbedaan antara rezim pemerintahan daerah dan rezim pemilihan umum.*
Laporan Syahrul Baihaqi