Jokowi Reshuffle Kabinet Lagi, Pengamat: Bukan Hal Aneh, seperti Arisan

FORUM KEADILAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan perubahan susunan (reshuffle) Kabinet Indonesia Maju serta kepala badan dengan melakukan pelantikan menteri, wakil menteri (wamen), dan kepala badan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 19/8/2024 pagi.
Dari tujuh posisi menteri, wamen, dan kepala badan yang diubah, salah satunya merupakan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
Adapun Presiden melantik Supratman Andi Agtas sebagai Menkumham menggantikan Yasonna Laoly yang sudah 10 tahun memimpin kementerian strategis itu.
Menanggapi reshuffle tersebut, Ketua Yayasan Kebebasan sekaligus pengamat politik di The Indonesian Institute Adinda Tenriangke Muchtar mengatakan bahwa pergantian kabinet di era Jokowi bukan hal yang baru.
“Kalau kita melihat ini bukan hal yang aneh karena di masa sebelumnya Jokowi kerap mengangkat menteri atau komisaris yang terafiliasi dengannya, baik itu pendukung atau relawannya,” kata Adinda Tenriangke Muchtar kepada Forum Keadilan, Senin.
Menurut Adinda, motif utama Presiden Jokowi mengganti kabinet ialah untuk mengamankan kepentingan dan pemerintahan transisi, dengan mengganti orang-orang yang pernah menolongnya atau memiliki jasa dengannya.
“Menurut saya reshuffle kabinet bukan hal yang aneh termasuk selama dua periode pemerintahan Joko Widodo, ini merupakan langkah untuk mempersiapkan pemerintahan ke depan. Apalagi kita tahu bahwa (Presiden dan Wakil Presiden terpilih) Prabowo Subianto dan Gibran (Rakabuming Raka) jelas didukung Jokowi, sehingga menteri, wakil menteri, kepala-kepala badan kementerian terkait, pasti akan berafiliasi dengan pemerintahan Prabowo,” katanya.
Adinda menyebut bahwa Jokowi sudah mengembang sistem, yang mana orang-orang berjasa di pemerintahannya akan mendapat giliran untuk menduduki posisi empuk.
Meskipun terkesan seperti arisan, namun dalam eskalasi politik, Adinda memaklumi tindakan presiden dalam mereshuffle kabinetnya.
“Kalau orang kesannya seperti arisan nih karena tunggu giliran, dan yang menarik tampak sekali mengupayakan untuk memastikan siapa-siapa yang duduk di kementerian terkait, selain menjaga transisi kepemimpinan ke Prabowo dan Gibran, namun juga menjaga kepentingan politiknya,” kata dia.
Adinda menegakkan, meskipun perombakan kabinet memiliki tujuan atau motif politik, keputusan harus didasarkan pada kepentingan rakyat.
Menurut Adinda, rakyat harus diberi ruang untuk mengkritik atau tak sependapat dengan langkah yang dilakukan pemerintah. Sebab, lanjutnya, apa yang para politisi perebutkan adalah jabatan publik yang dibiayai oleh masyarakat lewat pajak.
“Kepentingan politik memang adalah hal yang abadi, tetapi apa pun bentuk transisi pemerintahan harus diumumkan ke muka publik dan didorong akuntabilitasnya, yang penting masyarakat punya ruang untuk berpartisipasi dan mengawasi jalannya pemerintahan, karena bagaimanapun ini adalah posisi dan jabatan publik yang didanai dengan dana publik, dana kita sebagai pembayar pajak, tegasnya.
Adinda mengaku tak mempersoalkan pola arisan atau shift-shiftan ala pemerintahan Jokowi selama didasarkan pada meritokrasi, yaitu memberikan jabatan sesuai tupoksi dan keahlian, bukan semaunya.
“Mau itu penunjukan, mau itu delegasi, mau itu shift-shiftan ya tetap didasari sistem meritokrasi, oke kepentingan politik, tetapi yang penting kita bisa mengandalkan orang-orang itu untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.*
Laporan Reynaldi Adi Surya