Sabtu, 12 Juli 2025
Menu

Banggar Kritik Bengkaknya Biaya HUT RI di IKN: Rakyat Kesulitan, Negara Justru Hamburkan Uang

Redaksi
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengkritik pemerintah terkait bengkaknya biaya anggaran peringatan HUT ke-79 Republik Indonesia (RI) di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Netty mengaku tak habis pikir atas tanggapan pemerintah yang terkesan mewajarkan.

“Di mana kewajarannya? Saat ini kondisi rakyat sedang mengalami kesulitan akibat badai PHK, mengapa negara justru menghamburkan uang untuk seremoni?” kata anggota Banggar DPR RI Netty Prasetiyani Aher kepada Forum Keadilan, Selasa, 13/8/2024.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mengakui membengkaknya biaya peringatan HUT ke-79 RI lantaran kegiatan digelar di dua tempat, yakni di Jakarta dan di IKN. Dikatakan juga, masih terbatasnya infrastruktur di IKN membuat pemerintah harus mengalokasikan biaya transportasi dan akomodasi yang besar bagi para tamu.

“Tentu saja biayanya bengkak karena infrastruktur belum siap tapi sudah dipaksakan untuk membuat acara di IKN. Apakah demi gengsi semata, maka uang negara dikeluarkan jor-joran,” tuturnya.

Jika pemerintah peka, lanjut Netty, seharusnya fokus pada penyelesaian berbagai persoalan dan pekerjaan rumah (PR) di masyarakat akibat lesunya pertumbuhan ekonomi.

“Saat ini kita tengah menghadapi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pasti berdampak pada perekonomian masyarakat. Bukan kah ini lebih prioritas untuk ditanggulangi?” katanya.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, telah terjadi PHK bagi 101.536 karyawan pada Januari hingga Juni 2024. Jumlah pekerja yang terdampak PHK diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir 2024.

“Contohnya, sektor tekstil dan pakaian jadi yang mengalami perlambatan pertumbuhan, sehingga harus melakukan PHK pekerja, bahkan penutupan pabrik. Ironinya, belum ada intervensi dari pemerintah untuk mengatasinya, malah sibuk buat acara megah di IKN. Pemerintah harusnya prioritaskan ini,” ungkap Netty.

Lebih lanjut, legislator yang juga bertugas di Komisi Ketenagakerjaan dan Kesehatan DPR itu turut menyoroti adanya puluhan juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) non-aktif saat ini.

Berdasarkan data per 1 Juni 2024, dari total 273 juta peserta BPJS, terdapat 58,3 juta peserta yang berstatus non-aktif.

“Artinya peserta non-aktif JKN ini sebagian besarnya menunggak iuran. Penyebabnya antara lain karena miskin, karena di-PHK, karena  kesulitan  ekonomi,” tukasnya.

Menurut Netty, alasan miskin dan kesulitan ekonomi juga membuat masyarakat banyak yang terjerumus pinjaman online (pinjol).

“Bukankah lebih prioritas jika anggaran negara digunakan untuk subsidi keluarga korban PHK dan pelunasan tunggakan BPJS, sehingga masyarakat tidak berutang di pinjol,” lanjut anggota DPR dari Dapil Jawa Barat VIII itu.

Selain itu, kata Netty, saat ini banyak petani yang juga sedang mengalami kesulitan.

“Misalnya, petani tomat yang menjerit karena harganya anjlok. Belum lagi kalau kita lihat industri UMKM yang susah modal dan sering merugi. Di mana hadirnya pemerintah?” ujar Netty.

PR lain, papar Netty, adalah masih minimnya anggaran perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bermasalah di luar negeri.

“Anggaran pemulangan PMI bermasalah juga, amat minim karena rendahnya political will pemerintah,” sambungnya.

Oleh karena itu, Netty menilai, kritik yang datang dari masyarakat terhadap pembengkakan biaya peringatan HUT RI di IKN merupakan keniscayaan.

“Pemerintah sibuk euforia dengan membuat acara di IKN, sementara kesulitan rakyatnya terabaikan. Padahal peringatan kemerdekaan Indonesia bisa dilakukan dengan cara sederhana tapi sarat makna,” terang Netty.

Netty pun mendesak pemerintah agar total anggaran pelaksanaan HUT ke-79 RI, termasuk biaya acara di IKN, dibuka ke publik.

“Masyarakat harus tahu berapa jumlah biayanya. Sampaikan pada publik secara transparan,” tegasnya.*

Laporan Muhammad Reza