Kamis, 18 September 2025
Menu

Ketua DPC Demokrat Gugat UU DKJ ke MK, Minta Walkot/Bupati Jakarta Dipilih Langsung

Redaksi
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Jakarta Pusat Taufiqurrahman menggugat Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta agar pemilihan Wali Kota (Walkot) dan Bupati di Jakarta dilakukan secara langsung melalui pilkada.

Taufiq menguji materi Pasal 1 angka (9), Pasal 6 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ). Perkara tersebut teregister dengan Nomor 75/PUU-XXII/2024, dan disidangkan oleh tiga Hakim Kosntitusi, yaitu Suhartoyo sebagai Ketua panel ditemani Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih.

“Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai ‘Wali Kota/Bupati di wilayah Daerah Khusus Jakarta dipilih secara demokratis melalui pilkada’,” ujar Pemohon saat membacakan petitumnya Selasa, 6/8/2024.

Taufiq merasa hak konstitusional-nya sebagai warga negara telah dirugikan karena dirinya tidak dapat maju sebagai calon Walkot di Jakarta Pusat. Ia menegaskan bahwa pemilihan Walkot dengan cara diangkat melalui Gubernur tidak lagi relevan.

Selain itu, kata Taufiq, meski UU DKJ menyatakan terdapat kekhususan untuk Daerah Jakarta karena terkait fungsinya sebagai pusat perekonomian nasional dan kota Global, hal ini tidak seharusnya menghilangkan hak konstitusional warga negara dan menyimpangi norma-norma dalam UUD.

Taufiq juga meminta agar Wali Kota/Bupati sebagai kepala daerah otonom diberikan kewenangan dalam mengatur dan mengelola pemerintahan secara independen. Selain itu, Pemohon juga memohon agar penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi DKJ bersifat daerah otonom dengan berasaskan desentralisasi.

Pada agenda sidang perbaikan permohonan, Ketua MK sekaligus Ketua Panel Suhartoyo mengomentari adanya tiga poin penting pada petitum yang tidak tercantumkan dalam permohonan.

Merespons hal tersebut, kuasa hukum Pemohon beralasan bahwa dirinya salah mengirimkan dokumen saat memberikan dokumen perbaikan ke panitera MK.

“Ini kan krusial, kenapa bisa tertinggal di permohonan saudara sebelum dikirim enggak double cek dulu. Ini kan penting, terlepas dari dikabulkan atau tidak, yang seperti ini kan fundamental,” kata Suhartoyo.*

Laporan Syahrul Baihaqi