KPK Dalami Dugaan Klaim BPJS Kesehatan Fiktif

FORUM KEADILAN – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diduga mengalami kerugian puluhan miliar rupiah akibat sejumlah rumah sakit yang mengajukan klaim fiktif.
Menanggapi hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan menangani kasus tersebut apabila masuk dalam kewenangan KPK sesuai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Untuk diketahui, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 menyebutkan bahwa KPK berwenang menangani kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan pihak lain yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; dan/atau menyangkut kerugian keuangan negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
“Bila memang masuk dalam kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, maka besar kemungkinan akan ditangani oleh KPK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 26/7/2024.
Tessa mengungkapkan, saat ini kasus klaim fiktif yang diajukan rumah sakit kepada BPJS Kesehatan masih dalam tahap pendalaman.
“Jadi sampai dengan saat ini penindakan masih melakukan penelaahan terkait klaim fiktif BPJS tersebut,” kata Tessa.
Kemudian, kata Tessa, apabila perkara tersebut berada di luar kewenangan KPK, pihaknya akan melakukan koordinasi dan supervisi dengan penegak hukum lainnya.
“Jika di luar kewenangan KPK maka akan berkoordinasi dengan penegak hukum yang lain melalui bagian korsup, koordinasi dan supervisi yang ada di KPK,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK tengah memproses hukum dugaan kecurangan atau fraud atas klaim BPJS Kesehatan. Kecurangan tersebut terjadi di tiga rumah sakit dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp35 miliar.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengungkap, tiga rumah sakit tersebut, yakni dua rumah sakit swasta di Jawa Tengah (Jateng) dan satu rumah sakit di Sumatra Utara (Sumut).
Adapun potensi kerugian negara akibat RS A di Sumut, yakni Rp1 miliar sampai Rp3 miliar.
“Dua RS lainnya, yakni RS B di Jateng sekitar Rp4 miliar sampai dengan Rp10 miliar, dan RS C di Jateng Rp20 miliar sampai dengan Rp30 miliar. Proses penegakan hukum diambil setelah tim gabungan fokus menelusuri modus phantom billing atau klaim palsu dan manipulasi diagnosis,” katanya.