Tim Hukum Ganjar-Mahfud Akui Amicus Curiae Tak Ada di UU Pemilu dan Peraturan MK, tapi…

FORUM KEADILAN – Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Ronny Talapessy, mengakui bahwa konsep amicus curiae atau sahabat pengadilan yang diajukan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memang tidak ada dalam Undang-Undang (UU) Pemilu dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ronny mengakui, amicus curiae memang tidak ada di UU Pemilu dan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 yang berkaitan dengan sengketa hasil pilpres.
Menurut Ronny, istilah amicus curiae juga tidak akan ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Meski begitu, Ronny menyayangkan Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik dan tim hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan, yang seolah menilai bahwa amicus curiae tak berpengaruh pada putusan sengketa pilpres hanya karena tidak ada dalam Peraturan MK maupun UU Pemilu.
“Saya menyayangkan seorang komisioner KPU dan Otto berpendapat demikian dan hanya merujuk kepada UU Pemilu dan Peraturan MK. Istilah anak sekarang ‘Pak Idham Kholik dan Otto mainnya kurang jauh’. Istilah amicus curiae ini juga tidak akan ditemui dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Misal dalam KUHAP atau KUHP, tak ada istilah itu. Lantas mengapa istilah tersebut bisa digunakan dalam peradilan pidana? Ya karena istilah tersebut merupakan konsep hukum yang memberikan kesempatan kepada individu atau organisasi yang tidak terlibat dalam suatu perkara untuk memberikan masukan berkaitan dengan kasus tersebut kepada pengadilan,” kata Ronny dalam keterangannya, Kamis, 18/4/2024.
Memang, kata Ronny, secara formal tidak ada peraturan yang mengatur amicus curiae dalam sistem hukum Indonesia. Namun, menurutnya, amicus curiae adalah tren positif dalam hukum modern yang memastikan keputusan pengadilan diambil dengan prinsip keadilan.
“Jadi, memang tidak ada aturan secara formal yang mengatur amicus curiae dalam sistem hukum Indonesia. Saya pribadi berpandangan keterlibatan individu seperti Bu Megawati dan organisasi lainnya sebagai amicus curiae di sidang sengketa hasil Pilpres 2024 mengikuti tren dalam sistem hukum modern yang berharap suatu perkara diputus berdasarkan prinsip keadilan. Keterlibatan individu atau organisasi sebagai amicus curiae dalam sidang sengketa Pilpres 2024 kali ini tidak semata-mata untuk kepentingan pihak-pihak yang berperkara tapi lebih luas dari itu terutama demi tegaknya konstitusi,” jelasnya.
Ronny juga menilai bahwa amicus curiae sesuai dengan sistem demokrasi yang dibangun di Indonesia sejak Reformasi 1998. Reformasi tersebut memasukkan prinsip-prinsip jujur dan adil dalam penyelenggaraan pemilu yang termaktub dalam konstitusi.
“Juga sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan ‘Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat’,” ujarnya.
“Konsep amicus curiae yang pernah dipraktikkan dalam sebuah persidangan MK itu terjadi di Moldova pada 2013 dan Georgia sejak 2009. Artinya konsep amicus curiae dalam sidang MK bukan sesuatu yang baru sebagai sebuah prinsip bagi hakim untuk memeriksa dan memutus perkara berdasarkan prinsip keadilan,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, Ronny meminta agar KPU dan pihak Prabowo-Gibran tidak mendahului keputusan hakim MK terkait pengajuan amicus curiae Megawati.
“Saya menyayangkan pernyataan seorang komisioner KPU yang harusnya paham betul soal nilai-nilai demokrasi dalam sebuah negara hukum tapi malah mempertentangkan demokrasi dan negara hukum yang berdasarkan keadilan. Kalau untuk Pak Otto saya hanya menyarankan agar tidak mendahului majelis hakim karena keputusan bahwa keputusan Bu Megawati sebagai amicus curiae nanti semuanya ada di tangan majelis hakim MK yang saya nilai sebagai negarawan,” ujarnya.
“Dan hukum yang hidup itu dalam sebuah negara demokrasi tentunya dengan cara menggali prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat, tidak sekadar yang tertulis dalam UU dan UUD 1945. Terlebih kepentingan kehidupan berbangsa kita seperti yang diatur dalam UUD 1945 berdasarkan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia,” imbuhnya.
Pernyataan Idham Holik dan Otto
Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik mengomentari pengajuan amicus curiae oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Menurutnya, tidak ada istilah amicus curiae dalam UU Pemilu maupun Peraturan MK.
“Dalam Peraturan MK No 4 Tahun 2023, tidak ada istilah amicus curiae. Begitu juga dalam UU Pemilu,” kata Idham Holik saat dihubungi, Rabu, 17/4.
Idham meyakini bahwa MK dapat melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman.
“Saya sangat yakin Majelis Hakim MK akan melaksanakan ketentuan yang terdapat UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman yang sangat eksplisit,” ujarnya.
“Dalam kedua UU tersebut, tidak ada istilah tersebut (amicus curiae),” sambungnya.
Sementara Otto menilai bahwa amicus curiae yang diajukan Megawati tidak tepat sasaran. Hal itu, kata dia, karena amicus curiae merupakan permohonan yang diajukan oleh pihak yang tidak berperkara dalam pengadilan.
“Itu harus dicermati. Jadi, ada orang-orang yang independen, tidak merupakan bagian daripada perkara itu. Dia tidak terikat pada si A dan si B,” kata Otto kepada wartawan di Gedung MK, Selasa, 16/4.
Sementara, menurut Otto, Megawati merupakan Ketua Umum PDIP yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud yang sedang berperkara di sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Untuk itu, surat sahabat pengadilan yang diberikan Megawati dianggap tidak tepat. Seharusnya, kata Otto, yang mengajukan sahabat pengadilan ialah kampus atau organisasi non-partisan.
“Jadi, yang dimaksud amicus curiae adalah ada pihak-pihak tertentu yang menjadi sahabat pengadilan, ingin memberikan kontribusi kepada pengadilan, dan memberikan masukan dari sudut pandang mereka yang netral, kira-kira kami berpandangan seperti ini,” tutur Otto.
Sebelumnya, Megawati mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan untuk sengketa Pilpres 2024 untuk pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung partainya.
Surat amicus curiae tersebut diberikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan ditemani oleh Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat dan beberapa anggota tim hukum TPN Ganjar-Mahfud di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 16/4.
“Kedatangan saya untuk menyerahkan pendapat sahabat pengadilan dari seorang warga negara yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Hasto.*