Sabtu, 05 Juli 2025
Menu

Lima Prediksi Putusan MK versi Denny Indrayana

Redaksi
Denny Indrayana
Denny Indrayana. | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar hukum yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana memprediksi lima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan umum (Pemilu).

Diketahui, pada Kamis, 15 Juni 2023 mendatang, MK akan memutuskan permohonan terkait sistem pemilu legislatif. Menurut Denny, putusan MK seharusnya menolak menentukan sistem pemilu legislatif mana yang konstitusional, dan mestinya diterapkan.

“Soal sistem pileg adalah open legal policy, dan karenanya merupakan kewenangan pembentuk UU (Presiden, DPR, dan DPD) untuk menentukannya melalui proses legislasi di parlemen, bukan kewenangan peradilan konstitusi melalui proses ajudikasi,” kata Denny melalui pers rilis yang diterima Forum Keadilan, Selasa, 13/6/2023.

Selain itu, lanjut Denny, mengubah sistem pemilu ke proporsional tertutup, saat proses sudah berjalan, akan menimbulkan kekacauan, bahkan penundaan pemilu. Hal ini sudah terlihat dari delapan fraksi di DPR menolak sistem pileg proporsional tertutup.

“Ingat, putusan MK memerlukan pengubahan aturan pelaksanaan misalnya di KPU. Padahal, dalam menyusun peraturannya, UU Pemilu mewajibkan KPU berkonsultasi dengan DPR, yang sifatnya mengikat. Sehingga, jika delapan fraksi DPR tetap bersikeras menolak sistem tertutup, maka akan timbul kebuntuan yang saling mengunci antara putusan MK dan penolakan DPR, atau terjadilah political and constitutional gridlock,” papar Denny.

Oleh sebab itu, Denny mendorong MK tidak mengubah sistem pemilu menjadi tertutup. Hal ini agar MK tidak tergoda mengambil kewenangan lembaga legislatif, dan mendorong masyarakat ke jalan buntu konstitusi, yang berpotensi menyebabkan pemilu jadi tertunda.

Meskipun, secara pribadi, kata Denny, sebagai bacaleg Partai Demokrat nomor urut 1 di Dapil Kalimantan Selatan 2, dirinya justru diuntungkan jika sistem tertutup yang diputuskan MK. Hal demikian sekaligus menegaskan, sama sekali tidak ada motif politik pribadi ketika saya mengadvokasi putusan MK seperti sekarang, tetap proporsional terbuka.

“Semuanya saya lakukan justru untuk kepentingan publik, untuk menyelamatkan suara rakyat dan menguatkan demokrasi di tanah air,” ungkapnya.

Berikut ini lima prediksi arah putusan MK versi Denny Indrayana:

1. Tidak dapat diterima, karena para pemohon tidak punya legal standing. Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan.

2. Menolak seluruhnya, karena permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan. Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan.

3. Mengabulkan seluruhnya, artinya sistem pileg berubah menjadi proporsional tertutup, tinggal apakah akan langsung diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya. Kalau MK, mencari jalan kompromi antara berbagai kepentingan politik, maka putusannya akan mengabulkan seluruh permohonan, yang artinya mengganti sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, namun diberlakukan untuk pemilu selanjutnya, tidak langsung berlaku di 2024.

4. Mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) antara penerapan proporsional tertutup yang memperhatikan nomor urut, sambil tetap memperhitungkan suara terbanyak (terbuka), yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.

5. Mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) berdasarkan levelnya, misalnya proporsional tertutup untuk DPR RI, dan terbuka untuk tingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, atau sebaliknya, yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.

Sementara itu, terkait komposisi putusan hakimnya, menurut Denny memang lebih sulit diprediksi, meskipun bukan tidak bisa dilihat dari kecenderungan konservatif dan progresif posisi hakim selama ini.

Dia memberi contoh sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat, hakim agung yang dinominasikan Presiden dari Partai Republik akan cenderung konservatif, sebaliknya yang diusulkan Presiden dari Demokrat akan condong progresif.

“Saat ini, yang paling lepas-bebas memberikan keputusan adalah Hakim Wahiddudin Adam, karena akan pensiun pada umur 70 tahun di 17 Januari 2024, tahun depan,” ujar Denny.

Dia menegaskan, apapun putusan MK pada Kamis mendatang, dirinya berharap dapat menguatkan sistem pemilu di tanah air dan tidak menjadi bagian dari strategi pemenangan Pemilu 2024 untuk sekelompok kekuatan politik semata.

“Kita tentu mendorong MK yang tetap independen, termasuk dalam memutus perkara yang sarat kepentingan politik termasuk soal pemilu, antikorupsi dan sejenisnya, atau disebut political question cases,” harapnya.*