Rabu, 30 Juli 2025
Menu

Fenomena Jastip, Ramai Peminat Meski Kerap Ditipu

Redaksi
Ilustrasi tiket
Ilustrasi tiket | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Korban dugaan penipuan jasa titip (jastip) terus berjatuhan. Teranyar, dugaan penipuan berkedok jastip tiket konser Coldplay di Jakarta, viral di lini masa media social.

Meskipun pasar bisnis jastip tak menjamin garansi keamanan dan kepercayaan, namun masyarakat Indonesia tampaknya masih sangat meminati bisnis jasa tersebut.

Bisnis Jastip bagi sebagian atau sekelompok orang tak bertanggung jawab dijadikan sebagai modus tindak pidana, khususnya penipuan. Penipuan berkedok jastip.

Contohnya terbaru, seorang pengguna Twitter @loafssooya membagikan pengalamannya kena tipu pembelian tiket Coldplay Jakarta melalui jastip.

Akun @loafssooya bercerita bahwa dia tertipu oleh akun Twitter @heyitxx yang menawarkan jastip tiket Coldplay Jakarta.

Akun @loafssooya membeli tiket melalui jastip dengan cara dicicil. Awalnya dia membayar Rp750 kepada si penipu, kemudian penipu meminta untuk dibayarkan Rp1 juta, namun akun @loafssooya tak menyetujuinya.

Meski begitu, akun @loafssooya mengaku sudah mentransfer uang sebesar Rp850 untuk jastip tiket Coldplay Jakarta kepada pemilik akun @heyitxx, yang diketahui bernama Ridho Muhammad.

“Ini ktp dia, tapi gatau ini kayanya punya orang lain. Soalnya setelah di telusuri nama dia RIDHO MUHAMMAD,” tulis akun @loafssooya, dikutip, Jumat, 19/5/2023.

Penipuan berkedok jastip tiket Coldplay Jakarta juga diungkap akun @ackermandss. Ia mengisahkan pengalaman teman pacarnya ditipu sebesar Rp3 juta setelah memercayakan jastip tiket Coldplay pada akun Instagram @jastipintiket.konser.

“@/jastipintiket.konser di IG PENIPU hati-hati ya guys. Modusnya adalah dgn buka jastip tp minta transfer full tiket + biaya jastip. tmn pacarku kena tipu sekitar 3jt dan si jastipers ini bilang tiket akan dikasih besok (padahal blg dptnya kemarin),” tulis akun @ackermandss.

Cerita orang-orang yang menjadi korban jastip tiket konser Coldplay Jakarta pun dikumpulkan sebuah utas di akun Twitter @dianasayangku.

Sebagai informasi tiket Pre-Sale BCA Coldplay Jakarta sudah dibuka pada Rabu, 17/5 dan langsung habis dalam waktu 30 menit.

Sementara untuk penjualan tiket secara umum atau public on-sale dibuka pada Jumat, 19/5 kemarin pukul 10.00 WIB dan langsung habis.

Grup musik rock asal London itu diketahui akan menggelar konser perdananya di Indonesia pada 15 November 2023 di Gelora Bung Karno atau GBK, Jakarta. Harga tiket yang dijual mulai Rp800 ribu hingga Rp11 juta.

Ramai Penipuan Berkedok Jastip, tapi Banyak Peminat

Tidak ada jaminan keamanan dan kepercayaan membuat bisnis jastip ini mudah jadi ladang penipuan, seperti para korban jastip tiket Coldplay Jakarta, karena apa?

“Fenomena penipuan berkedok jastip tiket Coldplay karena banyak orang yang memanfaatkan antusias fans yang rela membayar berapa pun asal bisa menonton idolanya secara langsung. Jastip ini menyasar mereka yang ekonomi atas,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira saat dihubungi Forum Keadilan, Jumat, 19/5/2023.

Selain itu, kata Bhima, jastip juga dimanfaatkan bagi mereka yang ingin cepat dan terkendala masalah internet.

“War tiket itu kan kendalanya di internet, siapa cepat, jadi mereka yang jastip biasanya mencari solusi tercepat, apalagi yang terkendala internet seringnya memilih jastip ini,” ujar Bhima.

Dalam kata lain, karena orang-orang tersebut tergiur memilih jalan tikus.

Senada dengan Bhima, Sosiolog Universitas Indonesia Dr. Ida Ruwaida Noor, M.Si juga menilai ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan antusias fans dengan melakukan penipuan berkedok jastip.

Misalnya saja, kata Ida, ada jastip dengan fee Rp4 juta setiap pembelian tiket. Ada yang menjual tiket termahal Rp11 juta menjadi Rp15 juta, dengan biaya jastip Rp4 juta.

“Bagi konsumen yang ‘ngebet’ tentu 4 juta tidak ada masalah, asalkan bisa nonton,” kata Ida saat dihubungi Forum Keadilan, Jumat, 19/5.

Fenomena itu lantas membuat tanda tanya, apakah pemberi jastip ini sah atau menjadi bagian bisnis tiketing? Menurut Ida, ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi.

“Ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi, sementara karena ‘kursi’ terbatas, namun peminat besar atau membludak. Kondisi-kondisi seperti ini lah dimanfaatkan pihak-pihak tertentu dengan menawarkan jastip. Asumsinya sama-sama diuntungkan,” sambung Ida.

Alasan Tergiur Jastip

Menurut Ida ada beberapa alasan orang tergiur jastip.

“Jastip untuk beli barang dan lain-lain, tentu dianggap mudah dan murah, karena tidak perlu ke luar negeri atau ke kota-kota besar yang jauh dan butuh biaya mahal, selain juga butuh alokasi waktu tertentu,” kata Ida.

Ida menjelaskan, jastip pada dasarnya berkembang seiring dengan pergeseran ekonomi, dari ekonomi agraris ke ekonomi manufaktur, lalu ke ekonomi jasa.

Di era digital ini, kata Ida, semakin terlihat dominasi ekonomi jasa, salah satunya ditandai dengan perilaku konsumen yang cukup dari rumah, bisa mengonsumi berbagai produk barang juga jasa.

“Terlepas dari perkembangan ekonomi di atas, praktek jastip ini juga sudah dikenal masyarakat, khususnya di wilayah-wilayah migran. Bentuknya adalah jasa titip uang dari para migran, khususnya yang kerja di luar negeri kepada keluarganya di kampung. Penerima jasa titipan uang remitansi ini dikenal dengan ojek rekening. Bisa dalam bentuk uangnya dibawa oleh ‘pembawa jastip’ atau dikirim melalui rekening ‘pembawa jastip’ untuk diberikan kepada keluarga buruh/pekerja migran,” jelas Ida.

“Perkembangannya kini Jastip juga dipraktekkan untuk membeli barang barang, khususnya dari luar negeri, yang bisa melalui agen khusus atau melalui orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri dan menawarkan ‘jastip’ (biasanya YouTuber/Influencer),” sambungnya.

Menurutnya, jastip sebagai ‘usaha jasa’ yang informal bisanya mengandalkan jaringan sosial, yakni orang yang sudah dikenal (saudara/kerabat atau teman). Dalam hal itu maka basisnya adalah rasa percaya, dan tentu tetap berisiko.

“Dalam sikon seperti ini, maka basisnya adalah rasa percaya, sehingga tidak ada ‘perjanjian tertulis’, termasuk kriteria dan kualitas barang dan lain-lain. Hal ini tentu berisiko baik secara ekonomi maupun sosial,” kata Ida.

Sementara jika jastip formal, Ida menyarankan konsumen harus mengkaji reputasi dan kredibilitas agen jastip tersebut sebelumnya. Selain itu, harus juga ada perjanjian tertulis yang jelas.

“Apalagi jika membeli barang, maka memastikan produknya tidak palsu dan bergaransi (ada jaminan yang jelas dan prosedurnya mudah). Biasanya konsumen tidak teliti dan mengabaikan hal ini, sehingga mudah jadi korban penipuan,” jelas Ida.

“Prinsipnya jastip itu adalah praktek yang absah di era ini, namun menuntut ketelitian konsumen, dan perlu banyak dapat rujukan dan referensi. Hingga saat ini, meski di era media sosial yang demikian terbuka, namun ternyata masih saja ada modus penipuan melalui jastip,” jelasnya lagi.

Oleh karenanya, Ida menyarankan, baik formal maupun informal, sebaiknya jastip hanya dilakukan untuk kepentingan-kepentingan yang terbatas.

“Tidak untuk nilai tukar yang ‘jutaan’ dan hanya memercayakan kepada pihak pihak yang kredibel,” saran Ida.*