20 WNI Disekap di Myanmar, Keluarga: Tujuh Hari Tak Bisa Komunikasi

FORUM KEADILAN – Keluarga korban kasus perdagangan orang atau human trafficking mengaku sudah seminggu tidak bisa berkomunikasi.
Diketahui, sebanyak 20 WNI disekap di Myanmar.
Hal ini diungkapkan oleh Nurhada, orang tua dari salah satu dari 20 WNI yang disekap.
“Saat ini sudah sekitar 7 hari kita tidak bisa komunikasi dengan mereka. Kemungkinan mereka disekap dan disiksa,” ungkapnya di Kantor Bareskrim pada Selasa, 2/5/2023.
Ia mengungkapkan jika para korban juga mendapatkan ancaman dari perusahaan yang membawa mereka ke Myanmar.
“Bahkan terakhir dapat konfirmasi dari anak-anak perusahaan itu bilang tidak akan ada yang bisa menjemput, bahkan Presiden Joko Widodo sekalipun,” ujarnya.
Ia melanjutkan hingga saat ini informasi yang didapat dari para WNI di Myanmar, diketahui ada 4 orang yang disekap di pos army, 3 orang di pos lorong hitam dan mendapatkan tindakan penyiksaan, serta 10 orang lainnya berada di sebuah di kamar.
“Anak saya itu, P dia di pos army, berempat,” tandasnya.
Terkait dengan kasus tersebut, Diploma Muda Kemenlu Rina Komaria mengatakan, Kemenlu dan SBMI akan mengawal dan memfasilitasi pengaduan keluarga WNI yang menjadi korban human trafficking di Myanmar.
“Upaya ini merupakan kerja sama yang telah kami lakukan sejak awal dengan Bareskrim Polri, dan kami memang ingin menekan pentingnya penegakan hukum, terhadap pihak-pihak yang masih melakukan perekrutan terhadap WNI untuk dipekerjakan di Myanmar,” kata Rina, Selasa, 2/5.
Rina menyebut, Kemenlu juga akan secara intensif bekerja sama dengan sejumlah pihak-pihak, termasuk Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dalam mengupayakan agar para WNI dapat menyebrang dari wilayah konflik ke wilayah lebih aman.
“Seperti yang diketahui bahwa para WNI ini banyak yang masih berada di perbatasan Thailand dan Myanmar, yang mana itu wilayah yang dikuasai kelompok bersenjata, bahkan otoritas setempat sendiri baik itu kepolisian memang melarang untuk masuk ke wilayah tersebut, dan kita sendiri tidak bisa mengakses wilayah tersebut karena sangat berbahaya,” tegasnya.*
Laporan Novia Suhari