Mahfud MD Buka-bukaan Soal Modus Dugaan Pencucian Uang Impor Emas di Bea Cukai
FORUM KEADILAN – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membeberkan kasus dugaan pencucian uang di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kasus ini berkaitan dengan impor emas.
Awalnya, Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menjelaskan adanya kekeliruan di pihak Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani soal data transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di Kemenkeu.
Mahfud menduga salah satu bawahan Sri Mulyani menutup-nutupi kasus TPPU di Kemenkeu.
Sri Mulyani disebut telah menerima data pada 13 Maret 2023 dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Dalam data tersebut, di dalamnya berisi 189 surat.
Mahfud menuding bawahan Sri Mulyani menyatakan tidak ada laporan soal pencucian uang tersebut.
Ia tidak menjelaskan secara detail sosok pejabat Kemenkeu yang menutup akses tersebut.
Namun, ia memberikan keterangan bahwa sosok yang dimaksud adalah pejabat tinggi eselon satu.
Mahfud pun menanyakan perihal tersebut kepada Kepala PPATK dan menyebut surat yang dimaksud memang ada, isinya menyebutkan dugaan TPPU.
Dalam surat tersebut, total 300 surat tertanggal 10 Juni 2009 sampai terakhir 11 Januari 2023.
Ketika sampai ke Sri Mulyani, Mahfud menyebut isi suratnya berbeda dengan yang dilaporkan PPATK.
Nilai transaksi dugaan TPPU cukai dengan 15 entitas sebesar Rp 189 triliun, tapi pelaporannya menjadi pajak.
Sehingga ketika diteliti, yang di dalam laporan disebut ada banyak perusahaan dan pajaknya kurang.
Padahal itu merupakan pelaporan cukai.
“Apa itu? emas ya. Impor emas, batangan yang mahal-mahal itu tapi di dalam suratnya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah,” kata Mahfud.
Mahfud menyebut pihak Bea Cukai mengatakan bahwa itu merupakan emas mentah yang dicetak di Surabaya.
Kemudian ketika dicari pabrik emas tersebut di Surabaya, tidak ada.
“Itu menyangkut uang miliaran, enggak diperiksa (oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu),” ujar Mahfud.
Laporan soal impor emas itu sejatinya sudah diberikan 2017 langsung oleh Kepala PPATK dan diterima langsung oleh Kemenkeu melalui Direktur Jenderal Bea Cukai, Inspektur Jenderal dan dua orang lainnya.
Bahkan pada 2020 dikirimkan kembali dan tidak sampai ke Sri Mulyani.
Lebih jauh, Mahfud menyatakan sangat menghormati Sri Mulyani yang merupakan teman baik dalam pemberantasan korupsi dan teman di berbagai hal.
Soal ramai tentang transaksi janggal Rp 349 triliun di Kemenkeu yang diungkapnya, menurut Mahfud, bisa terjadi karena ada informasi dari bawahan yang tak disampikan ke Menkeu.*
