Selasa, 16 September 2025
Menu

Sidang MK, Yusril Sebut Proporsional Terbuka Turunkan Kualitas Pemilu

Redaksi
Yusril Ihza Mahendra dalam sidang Mahkamah Konstitusi, 8/3/2023. | Tangkapan layar
Yusril Ihza Mahendra dalam sidang Mahkamah Konstitusi, 8/3/2023. | Tangkapan layar
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyebut pelaksanaan sistem proporsional terbuka yang mengacu pada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Yusril menyampaikan demikian saat membacakan argumentasi yuridis dalam sidang lanjutan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam hal ini, Yusril sebagai pihak terkait dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut.

“Menyangkut penerapan sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945 karena melemahkan, mereduksi fungsi partai politik. Melemahkan kualitas pemilih dan menurunkan kualitas pemilu,” kata Yusril di Gedung MK, Rabu, 8/3/2023.

Dia menegaskan, parpol merupakan unsur terpenting dalam sebuah negara demokrasi. Namun, dengan sistem proporsional terbuka, peran parpol malah terkesan dipinggirkan.

Yusril mengingatkan eksistensi peran sentral dari parpol menjadi ciri dari negara modern yang kuat.

“Pentingnya posisi parpol sebagai wadah untuk mengisi keberlanjutan roda pemerintahan. Parpol sudah menjadi ciri dari negara hukum sekarang ini. Melalui partai politik masyarakat menyampaikan gagasan dan perubahan,” kata pakar hukum tata negara tersebut.

Sistem proporsional terbuka yang awalnya bertujuan memisahkan jarak antara pemilih dengan kandidat wakil rakyat, menurut Yusril, justru melemahkan parpol.

Yusril menyebut parpol tak lagi fokus mengejar fungsi sebagai sarana penyalur, pendidikan, partisipasi politik yang benar.

“Parpol tidak lagi berupaya meningkatkan kualitas programnya yang mencerminkan ideologi partai, melainkan sekadar fokus mencari kandidat suara terbanyak. Di sini letak pelemahan partai politik terjadi secara struktural,” jelas Yusril.

Dia menegaskan, parpol tak lagi fokus membina kader-kader muda secara serius untuk kepentingan jangka panjang ideologi partai

Tapi, kata dia, juga mencari jalan pintas mencari calon populer dan figur terkenal yang nyatanya belum tentu bisa bekerja dengan baik.

Gugatan Uji Materi UU Pemilu

Bergulirnya isu sistem proporsional tertutup kembali diterapkan di Pemilu 2024 berawal dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

Gugatan tersebut teregistrasi di MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.

Dalam pasal itu, diatur pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Pernyataan tersebut dikatakan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Jokowi dalam sidang pleno pengujian materil UU Pemilu di MK.

Sementara, Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup. “Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK.

Adapun Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi parpol di DPR RI.

8 Fraksi parpol itu menyatakan menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024.

“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.

Supriansa menekankan sejumlah argumentasi lain, di antaranya sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi sudah tepat dilakukan. Maka itu,  dia berharap MK tetap mempertahankan sistem ini di Pemilu 2024.*