Selasa, 29 Juli 2025
Menu

Sebut Putusan PN Jakpus Berlebihan, Mahfud MD Minta KPU Lawan Habis-habisan

Redaksi
Menko Polhukam Mahfud Md. | Ist
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD. | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) naik banding, melawan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Mahfud menyebut bahwa PN Jakpus membuat sensasi yang berlebihan lantaran memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum (pemilu) 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan, tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” kata Mahfud melalui akun Instagram-nya @mohmahfudmd, Kamis malam, 2/3/2023.

“Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum, pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” lanjut Mahfud.

Menurutnya, ada empat alasan kuat bahwa KPU akan menang. Berikut alasan hukum yang diuraikan Mahfud MD:

1. Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Mahfud bilang, kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Bawaslu, tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.

Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya,” tegas Mahfud.

“Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu,” katanya lagi.

2. Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.

Menurut UU penundaan pemungutan suara, kata Mahfud, dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.

Misalnya, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.

3. Menurut Mahfud, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi.

“Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” kata dia.

4. Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata partai politik bukan hanya bertentangan dengan UU, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” pungkas Mahfud MD.

Sebelumnya diberitakan, PN Jakpus memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pemilihan umum (pemilu).

Sedianya, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan sejak pertengahan Juni tahun lalu. Pemungutan suara serentak dijadwalkan digelar pada 14 Februari 2024.

Dalam putusannya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Penundaan terhitung sejak putusan dibacakan pada hari ini, Kamis, 2/3/2023, dan KPU diminta melaksanakan tahapan dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari. Artinya, pemilu serentak bakal berlangsung pada tahun 2025.

“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” demikian bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Atas putusan PN Jakpus tersebut, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menyatakan, pihaknya akan mengajukan banding.

“KPU akan upaya hukum banding,” kata Hasyim kepada awak media, Kamis, 2/3. *