Peneliti SMRC: Jokowi Mestinya Minta Maaf atas Demokrasi Indonesia yang Menurun di Masanya

FORUM KEADILAN – Setelah 10 tahun menjabat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta maaf kepada masyarakat Indonesia dalam pidato kenegaraannya di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, pada Jumat, 13/9/2024.
Peneliti Sosial-Politik SMRC Saidiman Ahmad mengapresiasi permintaan maaf tersebut.
“Permintaan maaf presiden Jokowi di akhir masa jabatannya adalah sesuatu yang baik dan patut dihargai,” kata Saidiman kepada Forum Keadilan, Kamis, 19/9/2024.
Saidiman tak memungkiri bahwa selama kepemimpinan Jokowi, pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, pelabuhan, dan bendungan mengalami kemajuan.
Namun, Saidiman menilai bahwa dalam aspek politik dan demokrasi, Jokowi meninggalkan masalah besar. Menurutnya, pemerintahan Jokowi memperparah masalah dalam sistem dan budaya demokrasi di Indonesia.
“Pemerintahan Jokowi memang menghasilkan sejumlah kemajuan terutama pada aspek pembangunan infrastruktur dasar. Namun, pemerintahan ini mewariskan masalah yang cukup besar pada sistem dan budaya demokrasi, dan ini sangat fundamental,” ujar Saidiman.
Saidiman menjelaskan bahwa Jokowi cenderung meneruskan politik lama yang meminggirkan kompetisi dan memperkuat posisi orang-orang yang mendukungnya. Hal ini menyebabkan oposisi melemah dan checks and balances tidak berjalan efektif.
“Pertama, Jokowi memberi tempat pada kecenderungan politik lama untuk meminggirkan kompetisi di kalangan elit. Ini terjadi ketika Jokowi ingin merangkul semua kekuatan politik, sehingga tidak terbangun oposisi yang kuat. Akibatnya, checks and balances tidak terjadi secara efektif yang menimbulkan kemerosotan kualitas demokrasi,” katanya.
Saidiman juga mengkritik Jokowi yang memperkuat praktik politik dinasti, yang menurutnya berbahaya karena dapat mengakumulasi kekuasaan dalam satu keluarga, mirip dengan praktik di era Orde Baru.
“Selain itu, Jokowi juga mewariskan atau memperkuat praktik politik dinasti. Ini sangat berbahaya karena bisa mendorong akumulasi sumberdaya di tangan segelintir keluarga,” jelas Saidiman.
“Ini membuat praktik oligarki menjadi semakin dominan. Dalam jangka panjang, ini sangat berbahaya,” kata dia.
Saidiman menilai bahwa meskipun permintaan maaf di akhir masa jabatan merupakan hal yang baik, seharusnya Jokowi juga meminta maaf atas penurunan kondisi demokrasi selama pemerintahannya.
“Jokowi mestinya meminta maaf atas kondisi demokrasi yang menurun di masanya,” pungkas Saidiman.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengungkapkan permintaan maaf atas kepemimpinannya selama sepuluh tahun dalam pidatonya di Istana Garuda, IKN, Kalimantan Timur, pada Jumat, 13/9.
Jokowi meminta maaf atas kebijakan-kebijakan yang mungkin kurang memuaskan masyarakat.
“Terakhir saya ingin memohon maaf kepada bapak ibu semua dalam 10 tahun ini dirasa kurang berkenan dalam berinteraksi dan hal yang kurang berkenan, saya mohon maaf sebesar-besarnya,” kata Presiden ke-7 RI tersebut.*
Laporan Reynaldi Adi Surya