KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Gedung KPK | Merinda Faradianti/ForumKeadilan
Gedung KPK | Merinda Faradianti/ForumKeadilan

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad Mudhlor Ali alias Gus Muhdlor dalam kasus dugaan pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.

“Karena kecukupan alat bukti yang dimiliki Tim Penyidik terkait adanya fakta-fakta peran pihak lain yang diduga turut menikmati aliran sejumlah uang dari para pihak yang sebelumnya telah KPK tetapkan sebagai Tersangka. Selanjutnya dengan temuan tersebut, maka KPK tetapkan dan umumkan Tersangka baru, AMA, Bupati Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai dengan sekarang,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 6/5/2024.

Bacaan Lainnya

Tanak mengatakan bahwa Muhdlor memiliki wewenang untuk mengatur penghargaan atas kinerja tertentu dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi di lingkungan Pemkab.

Tanak menjelaskan bahwa dasar pencairan dana insentif pajak daerah di lingkungan BPPBD Kabupaten Sidoarjo berasal dari keputusan bupati yang ditandatangani oleh Muhdlor untuk empat triwulan.

“Dibuatkan aturan dalam bentuk keputusan Bupati yang ditandatangani AMA untuk empat triwulan dalam Tahun Anggaran 2023 yang dijadikan sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo. Atas dasar keputusan tersebut AS (Ari Suryono) selaku Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo kemudian memerintahkan dan menugaskan SW (Siska Wati) selaku Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo untuk menghitung besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan lebih dominan,” jelasnya.

Kata Tanak, Ari Suryono kemudian memerintahkan Siska Wati untuk menghitung jumlah dana insentif yang diterima oleh para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut. Potongan dari jumlah dana insentif tersebut dimaksudkan untuk kebutuhan Ari dan lebih dominan untuk Muhdlor.

“Besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima,” ujarnya.

Menurut Tanak, Ari memerintahkan Siska untuk melakukan penyerahan uang secara tunai, yang akan dikoordinasikan oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk dan berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat. Langkah tersebut diambil agar praktik pemotongan dana insentif terkesan tertutup.

“AS aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada Bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati. Terkait proses penerimaan uang oleh AMA, penyerahannya dilakukan langsung SW sebagaimana perintah AS dalam bentuk uang tunai diantaranya diserahkan ke supir AMA. Setiap kali selesai penyerahan uang, SW selalu melaporkannya pada AS,” jelas Tanak.

Tanak melanjutkan, potongan dana insentif di lingkungan Pemkab Sidoarjo mampu terkumpul sebanyak Rp2,7 miliar pada 2023.

“Di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar. Tentunya, Rp 2,7 Miliar menjadi bukti awal untuk terus didalami Tim Penyidik,” ujarnya.

Dalam kasus tersebut, Muhdlor dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Muhdlor ditahan selama 20 hari ke depan sejak 7 Mei hingga 26 Mei 2024 di Rutan KPK, Jakarta Selatan.*