Sidang PHPU Pileg Dimulai Senin 29 April, Anwar Usman Tak Adili Perkara PSI

FORUM KEADILAN – Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 segera dimulai pada Senin, 29 April 2024. Mahkamah Konstitusi (MK) akan mendengarkan permohonan pemohon pada sidang pendahuluan tersebut.
Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, terdapat sebanyak 297 perkara yang sudah terdaftar dalam sengketa pileg. Namun, ia tidak merinci siapa saja pemohon yang mengajukan gugatan.
“Sejauh ini kita sedang bersiap menyelenggarakan persidangan. Hari Senin (29/4) ada 79 perkara yang akan disidangkan,” ucapnya saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 25/4/2024.
Sengketa pileg akan digelar dalam tiga panel, dengan masing-masing panel terdiri dari unsur tiga Hakim Konstitusi yang berbeda. Masing-masing ketiga panel akan diketuai oleh Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra dan juga Arief Hidayat.
Fajar mengungkapkan, dalam satu hingga dua hari mendatang para Hakim Konstitusi tengah melangsungkan gelar perkara guna mencermati, memahami dan menguasai isi permohonan pemohon.
Ketika ditanya terkait keterlibatan Anwar Usman dalam sengketa pileg, Fajar menyebut eks Ketua MK itu tidak dilarang untuk ikut menyidangkan, hal itu sesuai dengan putusan Majelis Kehormatan MK.
Namun, Anwar Usman dilarang mengadili perkara yang kemungkinan adanya conflict of interest atau konflik kepentingan, yakni saat menangani perkara Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Diketahui, PSI saat ini diketuai oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, yang juga merupakan keponakan dari Anwar Usman.
“Yang dilarang adalah ketika adanya conflict of interest dari partai politik. Sejauh ini Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak menangani perkara Partai Solidaritas Indonesia,” tuturnya.
Sementara terkait Arsul Sani, kata dia, tetap diizinkan untuk mengadili perkara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) karena tidak ada masalah apa pun.
“Anwar Usman itu kan karena putusan MKMK, sementara Arsul Sani secara hukum tidak ada masalah,” ungkapnya.*
Laporan Syahrul Baihaqi