Demi Masa Depan, Keputusan Anies dan Ganjar Menolak Gabung ke Prabowo Sudah Tepat

Ilustrasi Anies Baswedan Ganjar Pranowo | Rahmad Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan
Ilustrasi Anies Baswedan Ganjar Pranowo | Rahmad Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Calon presiden (capres) Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo kompak menolak ajakan bergabung ke kabinet Prabowo Subianto.

Keputusan itu dinilai sebagai keputusan tepat karena mereka punya masa depan politik yang panjang.

Bacaan Lainnya

Anies memang tidak secara gamblang menyampaikan penolakan untuk bergabung dengan Prabowo. Ia hanya menegaskan bahwa dirinya menunggu hasil gugatan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu, sebelumnya menyampaikan bahwa dirinya akan tetap konsisten berada di jalur perubahan.

Sementara, Ganjar secara lantang mengucapkan bahwa dirinya akan berada di luar pemerintahan apabila putusan MK tetap memenangkan Prabowo.

“Kalau saya berada di luar, mungkin itu jauh lebih baik karena check and balance pasti akan terjadi dan lebih banyak yang hebat di kelompoknya masing-masing. Apalagi kalau kita lihat banyak sekali tim atau partai politik yang mendukung, pasti juga punya harapan,” kata Ganjar, Selasa, 26/3/2024.

Pengamat Politik dari Citra Institute, Yusak Farchan menilai, langkah Anies dan Ganjar merupakan keputusan yang tepat. Keduanya, kata Yusak, masih punya masa depan politik yang panjang.

“Kalau Anies tidak mau bergabung ataupun Ganjar tidak mau bergabung, ya saya kira tepat karena kalau Anies mau maju lagi di Pilpres 2029 tentu Anies harus merawat basis dukungan yang sudah ada sekarang ini,” kata Yusak kepada Forum Keadilan, Rabu, 27/3/2024.

Menurut Yusak, jika Anies memilih bergabung di kabinet Prabowo, tentu akan menimbulkan kekecewaan bagi relawan dan pendukungnya.

Dia berpandangan, Pilpres 2029 akan lebih kompetitif dibanding dengan Pilpres 2024. Kalau Anies merapat ke Prabowo, Anies akan mengalami kesusahan untuk maju kembali pada pilpres mendatang.

“Begitu juga dengan Pak Ganjar, meskipun masih ada potensi PDIP bergabung ke Prabowo, tetapi khusus Pak Ganjar memang lebih baik berada di luar untuk keseimbangan politik,” ujarnya.

Kata Yusak, sikap Anies dan Ganjar yang tidak mau bergabung dengan Prabowo merupakan bagian etika politik. Bagi Yusak, dalam setiap kompetisi selalu ada yang menang dan kalah.

“Jadi, kalau tidak bergabung kan berarti memang siap kalah. Berarti siap di luar. Tentu ini menjadi contoh etika yang baik,” tuturnya.

Keduanya bisa merawat basis massa yang segaris dengan mereka dengan berada di luar pemerintahan. Selain itu, bisa juga mempertahankan basis massa tersebut sampai momentum Pilpres berikutnya.

Tetapi di sisi lain, partai-partai penyokong keduanya disebut sudah melakukan manuver dengan menjalin komunikasi dengan kubu Prabowo.

PPP selaku partai koalisi pendukung Ganjar disebut mencari peluang untuk bergabung dengan Prabowo. NasDem dan PKB sebagai penyokong Anies juga sudah melakukan komunikasi dengan Prabowo.

Bahkan NasDem melalui Ketua Umunya, Surya Paloh, menerima dan mengucapkan selamat kepada Prabowo beberapa saat setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan Prabowo sebegai capres terpilih.

Sikap NasDem disambut dengan kunjungan Prabowo ke Kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) NasDem. Prabowo menyampaikan terima kasih atas sikap NasDem.

Menurut Yusak, sikap NasDem itu menunjukkan kesiapan untuk bergabung dengan Prabowo. Selain itu, dia menyebut bahwa hubungan Anies dengan NasDem sudah berakhir sejak Pemilu usai.

“Pak Anies tidak merepresentasikan kekuatan partai politik. Jadi kalau NasDem masuk ke kabinet, kemudian Pak Anies di luar, ya saya kira wajar, karena sikap politik NasDem tidak serta merta mewakili sikap politiknya Pak Anies,” jelasnya.

Yusak berpendapat, Prabowo memandang Anies sebagai personal pasca-Pemilu 2024. Sementara NasDem, dianggap sebagai suatu kekuatan politik yang memiliki infrastruktur kepartaian yang bisa diandalkan.

Memang kata Yusak, menjadi oposisi memiliki keterbatasan untuk bisa mengakses sumber daya politik dan ekonomi. Tetapi mengambil pilihan itu tidak kalah terhormat.

“Saya kira mengambil pilihan di luar pun tidak kalah terhormat. Sepanjang bisa dikelola dengan baik, tentu akan berpotensi membawa berkah elektoral di pemilu berikutnya,” pungkasnya.*

Laporan M. Hafid