Para Calon Gubernur Jakarta Terancam Pupus Jika RUU DKJ Disahkan

Rapat Paripurna DPR RI Ke-10 Masa Persidangan II 2023/24 di Gedung DPR RI Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 5/12/2023 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Rapat Paripurna DPR RI.

FORUM KEADILAN – Peneliti senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli mengatakan, semua partai politik (parpol) harus menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Sebab, kata dia, dapat memupuskan peluang-peluang kader terbaik untuk menjadi Gubernur Jakarta.

Diketahui, Pasal 10 Ayat 2 draft RUU DKJ usulan DPR mengatur Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.

Bacaan Lainnya

“Saya berharap semua partai menolak RUU Jakarta yang ingin agar gubernur diangkat oleh presiden. Apabila sampai diangkat, tentu peluang para kader-kader terbaik parpol pupus, tidak jadi gubernur,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 16/3/2024.

Lili menilai, jika pengangkatan gubernur oleh presiden, kemungkinan partai besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga NasDem akan memimpin.

“Partai-partai yang besar kursinya, akan mengusung calon sendiri, apakah itu PDIP, Golkar, PKS, dan NasDem. Kemungkinan akan memimpin koalisi dalam Pilkada Jakarta. Meskipun parpol tersebut bisa memimpin koalisi, nanti tergantung pada calon yang diusung, apakah layak jual,” ujarnya.

Lili menuturkan, calon Gubernur Jakarta mendatang harus memiliki strategi kampanye dalam merebut suara pemilih. Pasalnya, dalam mempromosikan program kampanye harus memiliki nilai pasar yang tinggi pasca Jakarta mengganti julukan menjadi kota global.

“Memiliki political marketing dan strategi kampanye untuk merebut suara pemilih. Saya melihat pemilih Jakarta lebih rasional, sehingga nanti apa, isu atau program yang ditawarkan pasca Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota,” tutupnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menjelaskan alasan pemerintah meminta agar substansi ketentuan itu diubah karena selama ini warga Jakarta sudah melakukan mekanisme pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung.

Meskipun begitu, Suhajar mengaku pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan cara yang demokratis. Tetapi, mekanisme tersebut merupakan demokrasi perwakilan, bukan demokrasi langsung.

“Pemerintah berpendapat sudah tepat Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dipilih sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku,” katanya.*

Laporan Ari Kurniansyah

Pos terkait