FORUM KEADILAN – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas angkat bicara soal pengakuan Agus Rahardjo. Menurutnya, KPK dari dulu memang menerima intervensi kuat dari negara.
“Intervensi negara itu kuat, sekarang kekuatan intervensi masih sangat berpengaruh,” ucap Busyro dalam acara Tranparency International Indonesia (TII), Senin, 4/12/2023.
Busyro juga menyinggung soal kasus yang menjerat Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri. Menurutnya, adanya kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Firli merupakan kesalahan panitia seleksi (pansel) KPK.
“Terpilihnya Firli itu memang ada pengaruh payung politik, sehingga menggambarkan produk KPK seperti sekarang,” ujarnya.
Untuk mengembalikan marwah KPK, kata Busyro, Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK harus dikembalikan ke semula, sebelum revisi.
“Justru di era Presiden Jokowi KPK dilumpuhkan, dalam arti UU KPK diubah, dengan Undang-Undang ini diubah KPK sudah tidak independen lagi,” kata dia.
Namun, Busyro sendiri pesimis kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) mau mengembalikan UU tersebut.
“Saya yakin seribu persen, mustahil presiden mau merevisi Undang-Undang KPK untuk mengembalikan yang lama, dan saya termasuk orang yang tidak percaya pada Jokowi,” tuturnya.
Untuk itu, Busyro berharap, para calon presiden (capres) yang terpilih nantinya dapat memperbaiki citra KPK, serta mengembalikan UU KPK.
“Kita tentu optimis kepada calon presiden mendatang yang mempunyai track record bagus untuk menyelesaikan persoalan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo periode 2015-2019 mengaku diminta oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Agus bercerita, kala itu, ia dipanggil secara pribadi oleh Jokowi. Agus mengaku heran karena biasanya Jokowi memanggil semua pimpinan KPK dalam situasi serupa.
“Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran ‘biasanya memanggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian’, dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil,” ungkap Agus dalam program Rosi, Jumat, 1/12.
Agus mengaku melihat Jokowi sudah dalam keadaan marah, dan sesaat kemudian meneriakkan kata ‘hentikan’.
Namun, Jokowi sendiri menepis adanya dugaan intervensi itu. Kata Jokowi, ia telah meminta Kementerian Sekretariat Negara untuk mengecek jadwal pertemuan yang dimaksud Agus, tetapi tidak ada.
“Yang kedua buktinya proses hukum berjalan. Yang ketiga Pak Setya Novanto sudah dihukum divonis dihukum berat 15 tahun,” ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin, 4/12.
Jokowi juga mempertanyakan, untuk apa hal seperti itu diramaikan.
“Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?” katanya.*
Laporan Ari Kurniansyah