FORUM KEADILAN – Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) mewanti-wanti akan potensi jatuhnya Pemeritahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kondisi yang digambarkannya, dinilai bukan hisapan jempol semata.
JK menyebut pemerintahan Indonesia bisa jatuh menghadapi dua krisis bersamaan, yaitu krisis ekonomi dan politik. Kata JK, hal tersebut tergambar dari catatan sejarah Indonesia.
Ia bercerita, Presiden Soekarno runtuh setelah lawan-lawan politiknya ditangkap. Disusul dengan adanya kenaikan harga yang diprotes oleh masyarakat.
Begitu juga dengan Presiden Soeharto di 1998. Pendekatannya yang otoriter dikecam masyarakat. Bersamaan dengan itu, krisis keuangan dunia terjadi, dan membuat harga melambung tinggi.
“Jadi dua krisis bersamaan timbul, politik terjadi, ekonomi terjadi di waktu yang bersamaan, atau saling mempengaruhi, maka jatuhlah suatu pemerintahan. Artinya, demokrasinya tidak jalan, tujuannya tak jalan, yaitu kesejahteraan,” ujar JK dalam acara Habibie Democracy Forum di Jakarta, Rabu 15/11/2023.
JK sendiri menilai, demokrasi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Retorika pemerintah akan menggelar pemilihan umum dengan aman dan bebas, kata JK, belum tentu sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.
“Presiden mengatakan ngeri, Menteri Keuangan mengatakan ngeri. Maka, kalau ini dampaknya bersamaan, kita harus hati-hati. Di situ dibutuhkan suatu kepemimpinan yang kuat, yang menghormati kedaulatan rakyat, artinya kembali ke jalur demokrasi yang baik,” ungkapnya.
Pengamat politik dari Citra Institute Yusak Farchan menilai, pernyataan JK bukan sekedar gertakan. Menurut Yusak, memang terjadi stagnasi demokrasi saat ini. Hal itu terindikasi dari potensi dilanggengkannya kekuasaan dengan berbagai skenario yang muncul menjelang Pemilu 2024.
Kata Yusak, tidak keliru jika demokrasi di Indonesia disebut sedang tidak baik-baik saja. Kondisi ini terjadi karena dipicu oleh manuver-manuver Jokowi dan pengusungan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto.
“Itu dipicu oleh sikap politik Presiden Jokowi yang terus melakukan manuver-manuver politik, dan intinya adalah pencalonan Gibran yang menjadi indikator penting dari skenario untuk melanggengkan kekuasaan,” kata Yusak kepada Forum Keadilan, Kamis 16/11.
Sekalipun Jokowi mengatakan bahwa dirinya netral dalam Pemilu mendatang, tetapi menurut Yusak, kenetralan harus berbanding lurus dengan yang terjadi di lapangan.
“Kalau Presiden Jokowi mengatakan netral, saya kira netralitas itu tidak berada di ruang semu. Harus segaris, harus berbanding lurus dengan apa yang terjadi di lapangan,” tegasnya.
Jokowi sebagai pelaku politik memang memiliki hak konstitusional untuk bermanuver. Tetapi menurut Yusak, sebagai Presiden ia juga bertugas menjadi garda terdepan untuk memperkuat demokrasi.
“Tentu, sebagai political player memang Pak Jokowi punya hak konstitusional. Tetapi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan harusnya presiden bisa menjadi garda terdepan dalam memperkuat dan mendorong pilar-pilar demokrasi. Bukan malah memperlemah kondisi demokrasi,” ujarnya.
Hal serupa juga dikatakan oleh anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Aboe Bakar Al-Habsyi. Menurutnya, demokrasi saat ini memang butuh perhatian khusus. Tetapi ketika ditanya apakah hal itu merupakan pengaruh dari ‘cawe-cawe’ Jokowi, Aboe enggan menjawabnya.
“Yang penting, demokrasi di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus,” kata Aboe saat ditemui di DPR RI, Senayan, Kamis 16/11.
Meskipun perlu mendapatkan perhatian khusus, Aboe mengaku optimis bahwa Indonesia punya banyak peluang untuk tetap maju.
“Ya rusak sudah jika terjadi krisis ekonomi dan politik. Tetapi Indonesia masih punya banyak peluang untuk tetap tegak maju,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar Dave Laksono punya pendapat berbeda. Menurutnya kondisi Indonesia saat ini masih damai dan stabil.
“Walaupun Indonesia dalam kondisi damai dan menikmati pertumbuhan ekonomi yang sehat, kita wajib terus melihat apa saja yang dapat kita kerjakan demi meningkatkan pertumbuhan bangsa disegala sektor,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Kamis 16/11. (Tim FORUM KEADILAN)