Putusan MKMK Bahayakan Prabowo-Gibran

Bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tiba di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 25/10/2023 | Charlie Adolf Lumban Tobing/Forum Keadilan
Bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tiba di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 25/10/2023 | Charlie Adolf Lumban Tobing/Forum Keadilan

FORUM KEADILANMajelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim MK lainnya pada pekan depan, Selasa, 7/11/2023.

Besar kemungkinan, hasil putusan tersebut menurunkan suara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Bacaan Lainnya

Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batas Usia Capres-Cawapres menjadi kontroversi. Isi putusannya seolah dibuat khusus untuk memuluskan langkah Girban menjadi cawapres. Syarat pencalonan peserta pilpres yang awalnya berusia paling rendah 40 tahun, ditambahkan pengecualian.

Berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota boleh mencalonkan diri. Wali Kota Solo yang masih berusia 36 tahun pun masuk kontestasi lewat pengalamannya.

Kini, sembilan hakim MK diperiksa gara-gara putusan tersebut. Anwar Usman yang masih merupakan kerabat Gibran, menjadi hakim yang paling dicurigai punya kepentingan.

Dapat atau tidaknya putusan MKMK membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, masih diperdebatkan. Akan tetapi menurut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, masuk akal apabila putusan MK terkait batas usia capres-cawapres dibatalkan.

“Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan, gitu lho. Dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman, (pasal) 17 yang ayat 7-nya,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 2/11.

Merujuk pada Pasal 17 Ayat 3 dan 4 UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dijelaskan bahwa seharusnya ketua majelis hingga hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang ditangani.

Kemudian, pada Pasal 5 juga dijelaskan ketentuan yang sama juga berlaku untuk hakim atau panitera yang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Selanjutnya, pada ayat 6 dijelaskan, keputusan dinyatakan tidak sah jika melanggar ketentuan.

Terlepas dari itu, Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menyebut, pembacaan putusan itu sendiri berpengaruh terhadap elektabilitas Prabowo-Gibran.

“Saya menduga itu akan potensial menurunkan kredibilitas Gibran. Ini bisa membuat Prabowo Subianto akan semakin tidak mendapatkan efek elektabilitas dengan memilih Gibran sebagai wakilnya,” ujar Saidiman kepada Forum Keadilan, Kamis 2/11.

Namun soal seberapa besar pengaruh tersebut, menurut Saidiman perlu dilihat dari seberapa masif pemberitaannya. Jika nantinya informasi itu tidak sampai ke publik, maka pengaruhnya akan menjadi terbatas.

Saidiman sendiri menilai, memang terdapat pelanggaran etik terhadap putusan MK yang dibacakan pada Senin, 16/10 lalu. Putusan tersebut, kata dia, syarat akan kepentingan.

“Saya percaya ada pelanggaran etik di sana karena ada konflik kepentingan antara Ketua MK dan Gibran yang merupakan kerabatnya. Keputusan itu menguntungkan Gibran, dan dia anak presiden yang memiliki pengaruh,” tutupnya.*(Tim FORUM KEADILAN)