FORUM KEADILAN – Muncul titik dengan nama ‘Mahkamah Keluarga’ di Google Maps. Lokasi tersebut adalah gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Belakangan, MK menjadi sorotan setelah memutuskan batas usia minimal capres-cawapres di angka 40 tahun tapi dengan pengecualian sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah.
Keputusan itu dinilai sebagai cara untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka di kontestasi Pilpres 2024. Sebab, Gibran yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo baru berusia 36 tahun.
Terlebih, salah satu yang terlibat dalam pengabulan gugatan ini adalah Ketua MK Anwar Usman, yang kebetulan merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau paman dari Gibran.
Setelah putusan itu, muncul istilah ‘Mahkamah Keluarga’.
Ketika ditanya soal munculnya ‘Mahkamah Keluarga’ di Google Maps, Anwar enggan berkomentar banyak. Ia mengaku sudah mendengar soal pelesetan nama MK menjadi Mahkamah Keluarga.
“Aduh itu kan kemarin sudah dijawab, kemarin nggak ikut ya?” kata Anwar saat ditanya soal muncul titik ‘Mahkamah Keluarga’ di Google Maps, Selasa, 24/10/2023.
Saat ditanya ulang, Anwar hanya menegaskan bahwa ia sudah menjelaskan tidak ada konflik kepentingan dalam putusan gugatan usia capres-cawapres.
“Loh itu kan dari kemarin, sudah lama sudah lama. Sudah dijelaskan ya,” tegas Anwar.
Respons Anwar Usman soal ‘Mahkamah Keluarga’
Sebelumnya, Anwar Usman merespons dugaan adanya konflik kepentingan hingga muncul sindiran ‘Mahkamah Keluarga’ setelah adanya putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres.
“Saya perlu sampaikan bahwa saya menjadi hakim mulai 1985, itu sudah menjadi calon hakim sampai sekarang. Jadi sudah 30 sekian tahun. Ya alhamdulillah, saya menegang teguh sumpah saya sebagai hakim. Memegang teguh amanah dalam konstitusi, Undang-Undang Dasar, amanah dalam agama saya yang ada dalam Al-Qur’an,” kata Anwar Usman dalam jumpa pers di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 23/10.
Anwar menekankan bahwa tidak ada konflik kepentingan dalam setiap pengambilan keputusan.
Anwar mengatakan bahwa dia mengambil teladan dari sifat Nabi Muhammad SAW. Dalam kisah Nabi, menurut Anwar, Nabi Muhammad pernah didatangi oleh bangsawan Quraisy yang meminta intervensi dan perlakuan khusus. Saat itu, salah satu anak bangsawan Quraisy melakukan tindak pidana.
“Apa jawaban Rasulullah SAW? Beliau tidak mengatakan menolak atau mengabulkan permohonan dari salah seorang yang diutus bangsawan Quraisy ini. Beliau mengatakan, ‘andaikan Fatimah anakku mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’,” jelasnya.
Anwar juga menyatakan bahwa dalam hukum, tidak boleh ada intervensi dan harus selalu menjunjung tinggi keadilan. Dia menegaskan, itu prinsip yang selalu ia pegang setiap kali mengambil keputusan
“Artinya menunjukkan bahwa hukum harus berdiri tegak, berdiri lurus, tanpa boleh diintervensi, tanpa boleh takluk, oleh siapa pun dan dari mana pun. Alhamdulillah, dalam semua perkara sejak saya menjadi hakim, dan saya sesuai dengan irah-irah dalam sebuah putusan,” katanya.
Lebih lanjut, Anwar mengatakan bahwa MK mengadili norma dalam sebuah Undang-Undang (UU). Sebaliknya, menurut Anwar, MK bukan peradilan perdata dalam UU
“Yang pasti, untuk mengetahui lebih awal apa sih nama konflik kepentingan di MK. Kalau pertanyaan itu diajukan misalnya ke Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, atau semua peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, Peradilan Agama, Peradilan Militer,” jelasnya.
“Tapi untuk ini, sekali lagi, yang diadili adalah norma, pengujian undang-undang. Jadi norma abstrak, bukan mengadili fakta atau sebuah kasus,” jelasnya lagi.*
View this post on Instagram