FORUM KEADILAN – Penyuluh Senior Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Banu Abdullah mengungkapkan bahwa institusi Polri lebih terbuka dibandingkan dengan TNI ketika terdapat kesalahan dalam internal institusi.
Menurut Banu, reformasi terbilang kepolisian cukup maju walaupun terdapat kemandekan dalam beberapa tahun terakhir.
“Kalau saya lihat mereka (polisi) semakin terbuka ke Komnas HAM dan ke lembaga lain. Ketika mereka ada kesalahan di internal, mereka akan lebih terbuka dibandingkan dengan institusi yang mirip dengan mereka (TNI). Nah itu beda banget,” ucapnya saat ditemui Forum Keadilan.
Pria yang biasa disapa Iben berpendapat bahwa keterbukaan dalam institusi Polri merupakan salah satu nilai positif. Dia juga menuturkan saat mereka membutuhkan konsultasi tentang HAM, mereka akan mengontak Komnas HAM.
“Misalnya kejadian penyanderaan di Mako Brimob, Depok. Walaupun tidak terungkap di media, tapi polisi kontak kita buat mengetahui penanganannya seperti apa,” tuturnya.
Adrianus Abiyoga penyuluh Komnas HAM mengamini pernyataan Iben. Menurutnya, keterbukaan institusi Polri merupakan satu nilai positif.
Adrianus menyatakan bahwa saat ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum anggota polisi, institusi tersebut akan mengusutnya dan diproses sesegera mungkin.
Adrianus mencontohkan dua kasus besar Jendral Polisi yang diseret ke meja hijau dan mendapat atensi masyarakat.
“Mereka mau belajar dan mau mengoreksi diri sendiri ketika ada keliru. Walaupun kita juga masih kecewa ada oknum tapi ada di mana-mana,” tuturnya.
Sedangkan TNI, kata Adrianus, cenderung menutup diri karena merupakan masalah internal, sehingga Komnas HAM dan publik tidak tahu hasil akhirnya.
Di sisi lain, Adrianus menggarisbawahi peradilan militer yang kerap menjadi sorotan masyarakat sipil. Menurutnya, anggota militer yang melakukan tindak pidana harus diadili di pengadilan sipil, bukan militer.
“Peradilan militer hanya untuk humaniter, misalnya desersi atau yang sesuai tupoksinya,” tuturnya.
Adrianus pun menyoroti pernyataan tegas Panglima TNI yang meminta oknum Paspampres yang menculik dan membunuh warga Aceh untuk dihukum maksimal.
“Agak ambigu, oknum Paspampres yang pangkatnya rendah di koneksitas. Berbeda dengan Kabasarnas,” ujarnya.
Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, kata Adrianus, tidak ada pelatihan HAM ke pihak TNI sedangkan penyuluhan HAM terjadi dua tahun lalu di rapat pimpinan para Jendral yang berlokasi di Mabes TNI Cilangkap.
“Terakhir tahun 2011-2012. Waktu itu di Papua dan bentuknya bukan pelatihan, tapi penyuluhan,” tutupnya.*
Laporan Syahrul Baihaqi