FORUM KEADILAN – Bareskrim Polri telah menaikkan status penanganan perkara berita bohong atau hoaks putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu dengan terlapor Denny Indrayana ke tahap penyidikan.
Menyikapi naiknya status penanganan perkara tersebut, Denny Indrayana angkat bicara. Selain bicara ihwal penyidikan pidana di Bareskrim Polri, Denny juga buka suara soal aduan pelanggaran etika oleh Mahkamah Konstitusi ke DPP Kongres Advokat Indonesia.
Pendiri firma hukum Integrity itu menjelaskan, hingga kini dirinya belum menerima surat dimulainya penyidikan di Bareskrim dan surat pengaduan hakim MK soal pelanggaran etika advokat, yang kabarnya sudah dikirimkan ke DPP Kongres Advokat Indonesia, tempat Denny menjadi salah satu Vice President.
“Karena saat ini saya berdomisili di
Melbourne, Australia, kedua surat tersebut belum saya terima secara fisik, ataupun patut secara hukum. Saya menuntut, semua prosedur hukum acara pidana maupun pemeriksaan etika advokat dilakukan sesuai aturan hukum dan perundangan yang berlaku,” kata Denny dalam keterangan tertulis yang diterima Forum Keadilan, Jumat, 14/7/2023.
Terkait kedua masalah itu, kata Denny, baik penyidikan pidana ataupun aduan etika advokat, sikap Denny jelas. Denny mengaku akan total, sepenuh jiwa raga, memperjuangkan hak-haknya selaku warga negara Indonesia yang ingin tegaknya hukum yang adil, terhormat, dan bermartabat.
“Sayangnya, saat ini penegakan hukum kita, termasuk dalam soal etika, masih jauh dari keadilan. Hukum masih sarat dengan praktik koruptif mafia hukum dan diskriminatif, alias tajam kepada lawan-oposisi, dan tumpul kepada kawan-koalisi,” kata mantan Wamenkumham itu.
“Karena kondisi hukum yang tidak normal, cenderung koruptif dan diskriminatif itulah, saya secara sadar memilih melakukan model kontrol publik yang lebih kritis. Termasuk dengan mengantisipasi putusan MK, agar tidak mengubah sistem pemilihan legislatif menjadi proporsional tertutup, yang justru membuka kebuntuan konstitusi (constitutional gridlock), karena penolakan delapan parpol di DPR, dan justru berpotensi menimbulkan keonaran, termasuk kemungkinan penundaan pemilu yang membahayakan keamanan tanah air,” lanjutnya.
Denny bilang, apabila karena advokasi publik yang kritis tersebut dirinya kemudian malah dipidanakan, tentu dirinya akan melakukan perlawanan hukum sebaik mungkin, termasuk tidak hanya menggunakan semua instrumen hukum nasional, tetapi juga menggunakan aspek hukum internasional, untuk melawan penegakan hukum yang masih cenderung koruptif dan diskriminatif.
“Sekali lagi, sayangnya, penegakan hukum nasional kita cenderung dzalim dan penuh praktik suap-menyuap perkara dan intervensi kuasa, sehingga untuk melawannya harus dilakukan dengan cara-cara yang bukan biasa-biasa saja. Termasuk misalnya, melibatkan aspek perlindungan hukum internasional, agar hak asasi manusia saya dan keadilan betul-betul dihormati dan ditegakkan,” ucapnya.
Alih-alih takut, Denny justru akan mengambil kesempatan penanganan perkara pidana ini, untuk menunjukkan kepada khalayak luas, seluruh rakyat Indonesia, bahwa perjuangan menegakkan keadilan melawan hukum (dan politik) yang dzalim harus dilakukan dengan sekuat tenaga dan sepenuh hati.
“Saya berharap dari perjuangan saya ini dapat diambil pelajaran buat semua, bahwa hukum dan keadilan di tanah air memang masih layak diperjuangkan, apapun risikonya,” harapnya.
Sedangkan terkait dengan pelanggaran etika yang diadukan MK, Denny tentu mempunyai catatan kritis tersendiri. Terutama ihwal aduan yang kabarnya mengatakan advokasi publik Denny yang kritis merusak kepercayaan publik (public trust) kepada MK.
“Saya ingin katakan, kepercayaan publik seharusnya tidak dipengaruhi oleh unggahan media sosial Denny Indrayana atau siapapun. Tetapi semestinya, lebih ditentukan oleh kualitas putusan MK yang tidak terbantahkan, dan integritas kenegarawanan para hakim MK sendiri yang tidak terbeli,” ungkapnya.
“Kalau MK sedemikian gigihnya mengadukan dirinya ke DPP KAI karena isu etika, bagaimana sikap hakim-hakim MK melihat Ketua MK Anwar Usman bertemu Presiden Jokowi, pihak yang berhubungan dengan perkara di MK, hanya untuk sekadar makan malam, sebelum esoknya putusan sepenting-segenting sistem pemilu dibacakan? Apakah tindakan yang demikian itu bisa dikatakan elok dan beretika? Bukankah tindakan Ketua MK dan Presiden Jokowi yang sembrono demikian, justru mempertontonkan etika bernegara yang tidak peka, sekali lagi di tengah esoknya putusan penting-genting yang ditunggutunggu publik akan dibacakan,” ungkapnya.
Kemudian, apabila tindakan advokasi publiknya, secara tegas dianggap mengintervensi kemandirian dan kehormatan MK, maka Denny mempertanyakan ihwal penyikapan tegas MK saat Aswanto tiba-tiba diberhentikan secara melawan hukum dari posisinya sebagai hakim konstitusi.
“Kenapa MK tidak pula bersikap tegas atas langkah intervensi telanjang DPR, yang juga disetujui oleh Presiden Jokowi tersebut?” katanya.
Menurut Denny, masih banyak lagi sikap inkonsisten MK, namun dirinya cukup menyebutkan dua hal itu saja, karena tujuannya untuk membangun logika dan kesadaran, bahwa yang ia lakukan justru karena cinta dan hormatnya kepada lembaga Mahkamah Konstitusi.
“Saya justru ingin MK yang terhormat dan bermartabat. Silakan dicek rekam jejak (track record) saya selama menjadi akademisi hukum tata negara ataupun praktisi advokat selama ini,” ujarnya.
Terkait aduan etika MK kepada DPP KAI, Denny meminta agar hukum acaranya diterapkan sesuai aturan yang ada. Termasuk pemeriksaan yang berjenjang mulai dari tingkat cabang/daerah, sebelum ke tingkat pusat.
Denny juga meminta aturan yang mewajibkan Pengadu (MK) melalui sembilan hakim konstitusinya untuk hadir langsung tanpa diwakilkan kuasanya, dipatuhi dan dilaksanakan.
“Dengan demikian forum persidangan etik yang dilakukan oleh Kongres Advokat Indonesia nanti semoga bisa menjadi ajang perdebatan hukum yang mendidik, bukan hanya bagi hakim konstitusi tapi juga para advokat. Meskipun, sayangnya hukum acaranya mengatur persidangan dilakukan secara tertutup,” ucap Denny.
Untuk menjaga agar proses pemeriksaan etika advokat tersebut berjalan adil, Denny mengaku sudah meminta izin untuk pamit diri sementara dari grup whatsapp DPP KAI.
“Pilihan sikap tegas itu saya ambil, agar semua informasi dan pemeriksaan Pengadu (MK) dan saya selaku Teradu berjalan lebih fair, adil, dan seimbang,” katanya.
“Saya yakin banyak rakyat Indonesia yang merindukan penegakan hukum kita, termasuk lembaganya, MK, MA, KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, Panitera, yang adil, bersih, terhormat, bermartabat, tanpa praktik jual beli perkara, tanpa praktik mafia hukum,” sambung Denny.
Denny mengajak kepada semua rakyat Indonesia yang merindukan keadilan hakiki di tanah air, untuk memberikan dukungan dan doa setulus-tulusnya. Denny juga mengundang partisipasi aktifnya untuk sama-sama berjuang melawan hukum dan oknum aparatnya yang dzalim, lalim, dan korup.
“Saya tidak mungkin melawan kemungkaran ini sendirian, mohon bantuan, dukungan dan doa dari semua rakyat yang masih mencintai dan mendambakan Indonesia yang adil dan sejahtera,” ungkapnya. *