Pemprov DKI Mati Akal Urai Kemacetan Jakarta

Potret kemacetan di DKI Jakarta
Potret kemacetan di DKI Jakarta | Hairulloh Rizki Zakaria/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Wacana pengaturan jam masuk kerja di DKI Jakarta dikemukakan Pj Gubernur Heru Budi Hartono menjadi opsi mengurai kemacetan di ibu kota. Komentar miring justru diterima Pemprov DKI karena dinilai tak menyelesaikan solusi sebenarnya dan berpotensi menimbulkan persoalan baru.

Opsi itu menurut Heru dipertimbangkan setelah dirinya mendapatkan masukan dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto dan Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman. Keduanya mengungkapkan jika kemacetan di Jakarta semakin parah ketika di pagi hari.

Bacaan Lainnya

“Pagi hari itu seperti air bah. Dari Bekasi, Tangerang, Depok pada jam yang sama menuju Jakarta. Bagaimana solusinya? Antara lain diusulkan untuk dibagi jam kerjanya, ada yang masuk jam 08.00 WIB, ada yang masuk jam 10.00 WIB,” ungkap Heru Budi saat membuka sesi FGD Penanganan Kemacetan di Jakarta pada Kamis, 6/7/2023.

Terkait wacana tersebut, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pihaknya melakukan uji coba pengaturan 2 sesi jam masuk kantor bagi pegawai. Uji coba diberlakukan untuk pegawai Pemprov DKI Jakarta.

“Tentu yang dilakukan bagaimana mengatur untuk internal Pemprov DKI Jakarta dulu, kita akan uji coba di sini,” ujar Syafrin di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin, 10/7.

Seiring wacana pengaturan jam kerja di Jakarta, berbagai kritikan diarahkan ke Pemprov DKI yang dinilai kehabisan akal dalam mengatasi kemacetan. Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, pembagian jam masuk kantor di DKI Jakarta bukan solusi untuk mengurangi kemacetan. Bahkan hal tersebut disebutnya akan menambah persoalan baru.

Menurut Said, persoalan pertama dari sisi pekerja adalah mereka yang masuk di sesi siang akan pulang lebih malam. Imbasnya, waktu untuk beristirahat bersama keluarga semakin sedikit.

“Dan karena tidak ada jaminan di jalan tidak macet, buruh akan tetap berangkat kerja lebih pagi,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 12/7.

Persoalan kedua adalah, jam kerja di Indonesia tidak sama dengan luar negeri. Kebijakan dikeluarkan menurut Said seharusnya disesuaikan dengan jadwal kerja yang ada. Secara tegas Said meminta jam kerja tetap berlaku seperti biasa. Sedangkan untuk mengurangi kemacetan, yang seharusnya dilakukan adalah memaksimalkan transportasi publik.

Kritikan juga dilontarkan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Winarso. Ia mendesak wacana tersebut harus dikaji lebih lanjut. Pemerintah, kata Winarso, seharusnya melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengeluarkan kebijakan. Kajian misalnya memperhatikan titik berangkat atau tempat tinggal pegawai ke tempat kerja.

“Dari 4,7 juta pekerja formal itu harus dilihat mulai dari titik berangkat atau tempat tinggal mereka ke tempat kerja. Di wilayah mana saja dan yang disasar oleh pemerintah untuk mencegah kemacetan, itu di titik mana? Harus ada kajian!” tegasnya kepada Forum Keadilan pada Rabu, 12/7.

Alih-alih membagi dua pengaturan jam kerja, Winarso justru berpendapat lebih efektif Pemprov DKI untuk memaksimalkan transportasi umum yang ada. Winarso meyakini pemaksimalan transportasi yang ada di Jakarta dapat mengurangi angka kemacetan hingga 30 persen. Kemacetan, ucap Winarso, tak lepas dari masih banyaknya pegawai yang berangkat ke tempat kerjanya membawa kendaraan pribadi.

Lebih jauh Winarso berpendapat, pembagian pengaturan jam kerja ini tidak akan efektif. Penumpukan kendaraan di jam-jam tertentu dikemukakannya bukan hanya disebabkan faktor berangkat kerja, tetapi juga mereka yang beraktivitas atau sedang bekerja.

Korbankan pengusaha

Senada dengan Said Iqbal dan Winarso, pengamat kebijakan publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro memilih pemaksimalan transportasi umum sebagai solusi mengatasi kemacetan. Riko justru menantang Pj Gubernur Heru Budi untuk membuat kebijakan penggunaan transportasi umum bagi pegawai Pemprov DKI Jakarta.

“Mau tidak Pj Gubernur DKI menyelenggarakan 2 minggu untuk pegawai daerah untuk menggunakan angkutan publik?” tuturnya.

Ia menekankan, penggunaan transportasi umum pegawai di kalangan Pemprov DKI bisa menjadi contoh untuk masyarakat. Dia tidak menampik bahwa masih ada sedikit persoalan di transportasi umum, mulai dari terbatasnya moda transportasi hingga frekuensinya yang sedikit. Menurutnya, persoalan seperti ini masih bisa diatasi seiring diberlakukannya kebijakan tersebut.

Terpisah, Sekretaris Wilayah DPW NasDem DKI Jakarta, Wibi Andrino mengingatkan kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI jangan sampai menimbulkan persoalan baru, salah satunya di persoalan ekonomi.

Kritikan berbagai pihak menurut Wibi harus didengar oleh Pemprov DKI sebelum merealisasikan kebijakan aturan jam kerja.

“Para pengusaha-pengusaha ini punya perhitungan terkait dengan permasalahan jam kerja kenapa mereka keberatan. Itu yang harus kita dengarkan. Hitungannya seperti apa. Pilar ekonomi kan ada di pengusaha swasta, jadi kita jangan monolog. Harus bicara dengan mereka secara baik. Karena ini berimbas kepada pengusaha-pengusaha, ini berimbas kepada masyarakat dan lapangan pekerjaan,” ungkap Wibi ketika ditemui Forum Keadilan, Rabu, 12/7.

Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengungkapkan penyebab kemacetan di Jakarta yang kian hari kian parah. Karyoto menyebut penyebabnya adalah tingginya aktivitas masyarakat yang memasuki Jakarta.

“Karena lalu lintas di Jakarta itu crowded ketika orang-orang dari daerah ke daerah kerja. Itu seperti bottle neck. Seperti 10 jalan ketemu lima jalan, lima jalan ketemu tiga jalan, akhirnya ketemu satu jalan,” ujarnya pada Kamis, 6/4/2023 lalu.

Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta bahkan menyebut tingkat kemacetan di Jakarta meningkat menjadi 53 persen. Hal ini berdasarkan survei Tomtom Traffic Index yang menempatkan Jakarta di posisi 29 dari 389 kota termacet di dunia. Posisi ini mengalami peningkatan dibanding 2021 lalu di mana Jakarta menempati peringkat 46 dunia dengan tingkat kemacetan sebesar 34 persen.

“Tentu indeks yang digunakan itu basisnya itu sekarang rata-rata kemacetan kita di 53 persen. Jadi artinya, kita harapkan kita dengan berbagai upaya ini bisa kita tekan,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu, 5/4.*