Beberkan 4 Tantangan Pemilu 2024, Ray Rangkuti Cemaskan Independensi Penyelenggara

Ray Rangkuti
Ray Rangkuti dalam acara diskusi dengan FORMAPPI, Jakarta, Kamis 13/7/2023.| Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Aktivis sekaligus pengamat politik Indonesia, Ray Rangkuti menyebut, ada empat tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Pertama, kata dia, tantangan tersebut datang dari politik uang. Kedua, soal politik identitas, ketiga yakni netralitas aparatur sipil negara (ASN), dan keempat yaitu terkait kemandirian dan indepedensi penyelenggara Pemilu.

Bacaan Lainnya

“Netralitas ASN mulai terlihat gejalanya, dan yang sedang naik trend-nya adalah soal kemandirian dan independensi penyelenggara pemilu yang mulai keropos,” kata Ray Rangkuti dalam acara diskusi dengan FORMAPPI, Jakarta, Kamis 13/7/2023.

Menurutnya, dua tantangan pertama yang ia sebutkan sudah menjadi hal yang biasa dalam pemilu di tanah air.

“Politik uang itu kan memang setiap pemilu itu ada dan sudah biasa, politik identitas dulu kita khawatirkan akan bergejala pada 2024, tapi saya kira enggak. Kalau kita lihat sekarang ya, politik identitas itu gak sehebat saat pemilu 2014, 2017 di Pilkada DKI dan 2019 lalu,” ungkapnya.

Kendati demikian, Ray memprediksi dua tantangan terakhir yang disebutkan justru menjadi ancaman baru menjelang tahun politik.

Nah, yang aneh ini dua. Netralitas ASN yang cenderung meningkat, dalam arti tidak netral. Nah ini perlu dibahas bersama karena khususnya nanti menjelang Pilkada November 2024 mendatang, karena ASN itu tidak takut disanksi. ‘Gak apa-apa disanksi toh kalau yang kita dukung menang karir kita pasti akan naik kok‘, gitu kira-kira. Jadi netralitas ASN semakin dipertanyakan,” ujarnya.

Selain netralitas ASN, pengamat yang bernama asli Ahmad Fauzi itu mengatakan, tantangan keempat menjadi penyakit baru terkait kemandirian dan independensi penyelenggara pemilu.

“Ini menggejala bukan hanya di tingkat nasional, tapi dengan sendirinya tertata sampai ke bawah, gitu. Kenapa bisa terjadi? ya karena ada sedikit permasalahan pada proses rekrutmen penyelenggara pemilu kita, dari hubungan yang bersifat emosional, dulu bersumbu dari keorganisasian, tapi tadi disebutkan juga sudah ada politik uang,” jelasnya.

Namun, ia mengungkapkan, menurut pendapat pribadinya, permasalahan kemandirian dan independesi penyelenggara Pemilu tersebut berhubungan dengan partai politik.

“Kalau yang saya dengar sendiri itu karena ketergantungan adanya rekomendasi dari partai politik, banyak informasinya. Artinya, mereka penyelenggara pemilu di tingkat sekarang provinsi, dan kota itu merasa tenang kalau mereka punya cantolan politik, makanya sering, ‘tolong dong kota dihubungkan dengan partai anu’ gitu. Karena dengan begitu, mereka aja jauh merasa lebih safety, dibandingkan dengan melalui hasil ujian tertulis, psikologi, dan lain sebagainya,” tuturnya.

Ia melanjutkan, jika rekrutmen ASN sekarang sudah tergantung dari rekomendasi partai politik, maka sangat berpengaruh pada kemandirian dan independensi penyelenggara Pemilu.

“Di beberapa tempat yang saya tahu, tapi benar atau tidak, saya sering baca partai politik dengan nyata dan terang-terangan membuat surat dukungan kepada si A B C, sebanyak lima orang, sebagai calon anggota KPU, benar atau tidak saya tidak tahu, tapi sudah sedemikian terbukanya,” beber Ray.

“Seleksi sudah berpindah dari independen sesuai kemampuan, track record, dan lainnya ke seleksi siapa yang direkomendasikan oleh partai, dan dalam kondisi apa yang direkomendasikan oleh partai itulah muncul isu penggunaan uang,” sambungnya.

Dari empat tantangan Pemilu yang dijabarkannya, Ray mengaku sangat khawatir dengan adanya masalah kemandirian dan independensi penyelenggara Pemilu.

“Ini sih belum terlihat ya, karena komisi II nya masih (santai-santai saja), tapi kalau nanti mulai terlihat di masa kampanye di mana setiap orang harus berpikir, ‘gue yang harus menang‘ jangankan antar partai, kadang bisa beradu dengan teman sendiri, ini soal kepentingannya akan kelihatan,” ucapnya.

Ia menambahkan, adapun hal yang perlu digarisbawahi menjelang Pemilu ini adalah seberapa kuat lembaga yang berada di bawah komisi II dapat menegakkan kemandirian dan independensinya. *

Laporan Novia Suhari

Pos terkait