FORUM KEADILAN – Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menggunakan program magang ke Jepang sebagai modus mengeksploitasi mahasiswa Indonesia.
Kasus TPPO ini berawal dari laporan dua korban berinisial ZA dan FY kepada KBRI Tokyo, Jepang. Ia bersama 9 orang mahasiswanya dikirim ke Jepang oleh politeknik tempat mereka menimba ilmu untuk magang di perusahaan namun akhirnya justru dieksploitasi sebagai buruh.
Dittipidum Bareskrim Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menerangkan, awalnya korban tertarik kuliah di politeknik tersebut karena tersangka berinisial ‘G’ sebagai Direktur Politeknik pada 2018 menjelaskan program unggulan magang ke Jepang.
Akhirnya, para mahasiswa diberangkatkan ke Jepang dengan menggunakan visa pelajar dan setahun kemudian diperpanjang menjadi visa pekerja.
Namun, bukan magang, mahasiswa dipaksa bekerja seperti buruh dengan durasi kerja 14 jam kerja per hari dalam satu pekan, dengan upah Rp5 juta dan dipotong untuk kontribusi kampus sebesar Rp2 juta.
Tidak hanya itu, mahasiswa juga diancam bakal di DO jika merusak hubungan kerja dengan perusahaan ‘magang’ di Jepang tersebut.
Dari kasus ini Bareskrim telah menetapkan dua tersangka berinisial G dan E.H. Keduanya diketahui telah melakukan praktek TPPO ini semenjak tahun 2012 lalu.
“Kasus ini sudah terjadi sejak 2012 lalu, jadi jika dihitung berapa jumlah korban sejak 2021, itu pasti sangat lumayan, dan kami sedang dalami,” kata Kombes Djuhandhani, dalam Konferensi Pers, Selasa, 27/6/2023.
Selain itu, pihak penyidik Bareskrim juga telah menyita sejumlah barang bukti diantaranya, 1 bundel fotocopy dari politeknik, tentang permohonan rekomendasi pengurusan paspor, satu lembar surat Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, satu bundel rekening koran bank BRI dan 2 buah paspor.
Melalui kasus ini, kedua tersangka G dan E.H terjerat kasus pasal 4 dan 11 UU RI nomor 21 tahun 2007, tentang pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuma n maksimal 15 tahun penjara, dengan denda paling banyak Rp600 juta.*