Anggota DPR Minta Wibawa MK Dijaga, tak Perlu Lapor Polisi

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman. | Ist

FORUM KEADILAN – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman meminta wibawa hakim dan Mahkamah Konstitusi (MK) dijaga. Menurutnya, jalur hukum pidana hendaknya menjadi langkah terakhir.

“Kita jagalah wibawa hakim dan lembaga MK, jangan masalah seperti ini dibawa ke ranah pidana. Bisa lewat Mahkamah Kehormatan MK. Masyarakat kita harus diedukasi jangan dikit-dikit mau penjarakan orang, hukum pidana itu ultimum remidium, langkah terakhir,” kata dia menanggapi 9 hakim konstitusi yang dilaporkan ke polisi.

Bacaan Lainnya

Dia mengatakan pelaporan 9 hakim MK ke polisi adalah hak warga negara. Namun, dia mengingatkan agar kasus ini tak dibawa ke ranah pidana.

“Membuat laporan polisi tentu hak warga negara, kita persilakan saja. Tapi sebagai orang hukum terus terang saya bingung apa argumentasi ilmiah laporan terhadap para hakim MK ini,” ujarnya, Kamis, 2/2/2023.

“Kalau mengacu Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen kan harus menimbulkan hak. Saya pertanyakan hak apa yang timbul bagi si pelaku dengan adanya dokumen yang dipalsukan tersebut, ini kan redaksi undang-undang yang tidak mengatur hal orang per orang secara pribadi,” katanya lagi.

Menurut Habiburokhman, seluruh hakim konstitusi sepatutnya dikonfirmasi mengenai perubahan frasa ‘dengan demikian’ menjadi ‘ke depannya’ pada putusan perkara di MK. Dia menilai masalah itu tak harus dibawa ke ranah hukum.

“Solusi masalah ini tidak harus dibawa ke kepolisian, cukup para hakim itu dikonfirmasi, frasa mana yang benar mereka sepakati, frasa ‘dengan demikian’ atau ‘ke depannya’. Lah jumlah hakim MK kan cuma 9 orang, akan mudah sekali mengeceknya,” tutur dia.

9 Hakim Konstitusi Dilaporkan ke Polisi

Sebelumnya, seluruh hakim konstitusi dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan skandal dugaan pemalsuan putusan MK. Laporan dugaan itu dibuat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak ke Polda Metro Jaya.

“Jadi pada hari ini kita baru saja membuat laporan polisi, pada laporan kali ini kita membuat laporan 9 hakim konstitusi dan juga 1 panitra, dan 1 panitra pengganti atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu sebagaimana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan terkait dengan substansi putusan itu terdapat frasa atau substansi yang sengaja diubah karena bunyinya itu awalnya dengan ‘demikian’ kemudian ‘ke depan’. Ini kan ada suatu hal yang baru apabila ini dinyatakan dalam suatu hal yang typo sangat tidak substansial karena ini substansi frasanya sudah berbeda kurang lebih seperti itu,” kata kuasa hukum Zico, Leon Maulana Mirza, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Rabu, 1/2/2023.

Berubahnya frasa ‘dengan demikian’ menjadi ‘ke depannya’ dalam putusan sidang menjadi penyebab sembilan hakim konstitusi itu dipolisikan.

Perubahan frasa itu bermula dari keluarnya salinan putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Dalam salinan putusan tersebut, ada satu frasa yang berbeda dengan putusan sidang yang dibacakan hakim konstitusi pada 23 November 2022 lalu.

Dugaan perubahan substansi itu pun diungkap pemohon perkara, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Zico menduga ada individu hakim sengaja mengubah substansi itu sebelum di-publish di website MK.

Zico pun tak terima. Karena itu, dia melaporkan sembilan hakim konstitusi, satu panitera, dan satu panitera pengganti ke Polda Metro Jaya atas dugaan pemalsuan surat.

Berikut ini daftar hakim MK dan panitera yang dilaporkan:

  1. Anwar Usman (Hakim Konstitusi)
  2. Arief Hidayat (Hakim Konstitusi)
  3. Wahiduddin Adams (Hakim Konstitusi)
  4. Suhartoyo (Hakim Konstitusi)
  5. Manahan MP Sitompul (Hakim Konstitusi)
  6. Saldi Isra (Hakim Konstitusi)
  7. Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi)
  8. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (Hakim Konstitusi)
  9. M. Guntur Hamzah (Hakim Konstitusi)
  10. Muhidin (Panitera Perkara No 103/PUU-XX/2022)
  11. Nurlidya Stephanny Hikmah (Panitera Pengganti Perkara No 103/PUU-XX/2022).*